JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengungkap awal mula ketidakpuasan kader di daerah atas kepemimpinan Suharso Monoarfa.
Anggota Komisi III DPR itu mengibaratkan PPP layaknya sebuah partai politik terbuka yang tak memiliki tokoh dominan.
“Padanannya seperti perusahaan terbuka, yang kebetulan tidak ada pemegang saham, pengendali, controling stakeholders, itu tidak ada,” ungkap Arsul dalam program Gaspol! di YouTube Kompas.com, Selasa (13/9/2022).
Baca juga: SK PPP Diproses Cepat, Mardiono Bantah Ada Campur Tangan Istana
Menurut dia, kondisi itu memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya, demokrasi di internal parpol dapat berjalan dengan baik.
“(Namun) kelemahannya dengan keterbukaan seperti itu maka potensi konflik akan lebih berkembang karena kontrol pada struktur itu menjadi lebih longgar,” jelasnya.
Untuk mengimbangi kondisi itu, maka ada kewajiban bahwa setiap kader PPP harus selalu berpedoman pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.
Salah satunya, setelah Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) dilaksanakan, maka kader di daerah harus mengadakan Musyawarah Wilayah (Muswil) dan Musyawarah Cabang (Muscab).
Tujuan dari pelaksanaan kedua musyawarah itu adalah untuk menentukan kepengurusan di tingkat daerah yang akan diresmikan oleh pimpinan di tingkat pusat.
Menurut Arsul, salah satu kekecewaan kader terhadap Suharso muncul saat proses ini. Salah satunya, ada kader yang tidak ikut proses Muswil maupun Muscab, namun justru terpilih menjadi pengurus di tingkat daerah.
“Yang terjadi kemudian ada si sejumlah daerah, orangnya ndak ikut Muswil, ikut Muscab tapi tiba-tiba dapat Surat Keputusan (SK) Kepengurusan,” ujar dia.
Baca juga: PPP Tepis Copot Tamliha dari Jabatan Wakil Ketua Komisi V DPR karena Bela Suharso Monoarfa
Akibatnya, gelombang protes terus bermunculan. Meski mengaku telah mengingatkan kader di bawah untuk tetap menjaga soliditas, namun hal itu kerap tidak diperhatikan.
“Tapi ketika apa yang kami ingatkan itu misalnya bagi para pembuat kebijakan, khususnya Ketum (Suharso) kurang terperhatikan, maka (gelombang protes) makin besar,” ungkap dia.
Puncak kekecewaan kader yang berujung protes agar Suharso diganti terjadi ketika ia melontarkan pernyataan amplop untuk kiai saat menjadi pembicara pada kegiatan pendidikan antikorupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Nah itu kemudian menimbulkan demo di mana-mana, tidak hanya di Jakarta, temen-temen di daerah begitu didemo grogi lah,” imbuh dia.
Baca juga: Waketum Sebut PPP Tak Akan Pecat Loyalis Suharso
“Karena yang mendemo para pemangku kepentingan di PPP, basis-basis santri, maka menggelindinglah,” pungkasnya.
Diketahui saat ini Suharso telah diberhentikan dan diganti dengan Muhammad Mardiono sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP.
Kepemimpinan baru itu telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Surat Keputusan Nomor M.HH-26.AH.11.02. Tahun 2022, Jumat (9/9/2022).
Sebelumnya Suharso telah dilengserkan lebih dulu melalui hasil Mukernas PPP di Banten, Minggu (4/9/2022).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.