JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Taufik Basari mengungkapkan bahwa kasus Ferdy Sambo harus dijadikan sebagai momentum untuk pembenahan perbaikan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) ke depan.
“Kasus Ferdy Sambo jelas merupakan kasus yang sangat memukul kepercayaan publik kepada Polri. Oleh karena itu, penuntasan kasus ini harus dijadikan momentum untuk pembenahan perbaikan institusi Polri ke depan,” ujarnya dalam sesi wawancara dengan Kompas.com, Kamis (25/8/2022).
Seperti diketahui, terdapat 35 oknum polisi yang telah melakukan pelanggaran kode etik dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan tersangka utama Ferdy Sambo.
Taufik menilai, banyaknya jumlah personel yang terlibat itu harus dijadikan acuan untuk memperbaiki kultur yang ada.
“Dalam kepolisian itu ada doktrin diskresi dan Kode Etik, setiap personel Polri harus menjalankan hal ini,” ucapnya.
Baca juga: Atas Diskresi Kepolisian, Jasa Marga Buka Contraflow di Tol Cikampek
Diskresi polisi adalah kebebasan bertindak atas wewenang menurut penilaiannya sendiri sejalan situasi kondisi tertentu. Sementara Kode Etik mewajibkan personel Polri menolak perintah atasan yang melanggar norma hukum dan untuk itu anggota tersebut wajib mendapatkan perlindungan hukum.
“Nah, dalam kasus ini semestinya waktu disuruh untuk membunuh, para oknum terlibat harus mengenal diskresinya sendiri dan kewajiban etisnya. Begitu pula, orang-orang yang terlibat dalam upaya rekayasa ini harusnya melakukan diskresi dan menjalankan Kode Etik dengan melaporkan kepada atasan,” jelas Taufik.
Apalagi, sebut dia, ketika diminta untuk melakukan rekayasa suatu kasus itu harusnya menolak atau jika pun akhirnya terpaksa melakukan mereka seharusnya benar-benar memahami diskresi .
Taufik mencontohkan, dari 35 personel tersebut, pasti ada satu atau dua orang bisa menjawab dengan jujur apabila memiliki diskresi yang sudah mengakar dalam sanubarinya.
Oleh karena itu, kata dia, Polri harus melakukan pembenahan untuk mengkaji pribadi setiap personelnya.
Baca juga: Kapolri Tegaskan Musuh Polri Juga Musuh Kostrad
“Apakah mereka kurang diajarkan dalam pendidikan? Apakah kurang diterapkan ketika pelaksanaan?” tanya Taufik.
Selain perbaikan sistem kultural, lanjut dia, Polri juga harus memperbaharui reformasi kultural.
Reformasi kultural yang dimaksud seperti menghapus penggunaan kekerasan yang berlebihan, praktik penyiksaan, dan rekayasa kasus tindakan yang tidak humanis.
“Sebenarnya instrumen sudah menjelaskan tidak boleh melakukan ini dan itu, akan tetapi kulturnya tidak sejalan dengan instrumen yang sudah disiapkan itu. Nah, ini yang menjadi tantangan terberat bagi Polri,” tutur Taufik.
Adapun untuk mengubah kultur, kata dia, harus dimulai melalui pesan-pesan yang jelas.
Baca juga: Mau Ubah Kultur di Polri, Kapolri Tekankan 3 Kompetensi Ini ke Anggota
Ia kembali mencontohkan bahwa Polri harus transparan dalam penyelesaian suatu kasus. Apabila terdapat rekayasa, maka tidak ada ampun bagi si pelaku.
“Hal ini pasti akan kami bongkar dan hukum pelakunya. Jadi pesan itu harus sampai. Nah, itu adalah awalan pertama untuk pembenahan terhadap kultur,” jelas Taufik.
Pada kesempatan itu, Taufik menjelaskan ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk memutus kultur di tubuh Polri.
“Jadi hal pertama yang dilihat adalah melakukan evaluasi dulu. Ini akar masalahnya di mana? Apakah dalam pendidikan atau dalam menjalankan tugas. Akar masalahnya ini harus diperbaiki,” jelasnya.
Akar masalah tersebut, kata Taufik, bisa dilihat dari setiap personel, apakah antara jiwa korsa, teori, dan pemahaman diskresi serta Kode Etik itu kurang.
Baca juga: Polisi Tembak Polisi Lampung, Sidang Kode Etik Aipda Rudi Hadirkan 28 Saksi
Kemudian dalam penerapan, apakah kurang pengawasan dan memiliki jiwa korsa yang tinggi sehingga menutup-nutupi kesalahan dan bahkan saling membantu dalam melakukan kejahatan.
“Ini berarti soal pengawasan dan penindakan terhadap setiap kesalahan yang terjadi harus tegas diatasi. Hal ini juga termasuk soal jiwa besar dan jiwa satria untuk mengakui setiap kesalahan yang terjadi,” ujar Taufik.
Dalam memutus kultur Polri, Taufik menyebutkan bahwa peran pengawas dalam tubuh kepolisian merupakan hal penting.
“Peran lembaga pengawas sangat vital. Apalagi pada kasus Ferdy Sambo kita dibuat terhenyak bahwa pelakunya sendiri ada di badan yang mengurus pengawasan internal, yakni Profesi dan Pengamanan (Propam),” imbuhnya.
Oleh karena itu, sebut Taufik, lembaga pengawas harus diisi oleh orang-orang yang benar-benar memiliki integritas tinggi dan bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Sebab, Propam merupakan wajah Polri. Baik dan buruknya Polri sangat bergantung pada Propam.
Baca juga: Jawab Tudingan Lindungi Kombes Anton, Kabareskrim: Masih Didalami Propam
“Apa yang disampaikan Ferdy Sambo dulu di media massa tentang Propam adalah wajah Polri itu benar. Meski hal ini menjadi suatu ironi,” ucapnya.
Meski demikian, semua pihak, terutama Polri harus menjadikan kasus Ferdy Sambo sebagai pelajaran untuk mengamanatkan tugas Propam selanjutnya kepada orang-orang berintegritas.
Artinya, sebut Taufik, di tubuh Polri harus ada perombakan total. Mereka harus melihat apakah sudah menempatkan orang-orang sesuai dengan jabatan yang diamanatkan.
Meski penyelesaian kasus Ferdy Sambo cukup memakan waktu, Taufik mengungkapkan kepercayaannya terhadap jajaran Polri. Utamanya, kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi (Pol) Listyo Sigit Prabowo yang tengah bertugas saat ini,
“Dengan kemampuan Kapolri menghadapi persoalan yang sangat besar, saat ini saya cukup percaya terhadap beliau,” imbuh Taufik.
Baca juga: Kapolri: RI Sedang Pusing, Bebannya Berat karena Kejahatan Kekayaan Negara
Ia mengungkapkan bahwa kemampuan seseorang akan teruji ketika sedang menghadapi masalah. Jika tidak ada masalah tentu sulit untuk mengukur kemampuan mereka.
Menurut Taufik, berbagai langkah yang dilakukan Kapolri saat ini sudah sangat tepat dan mampu untuk mengendalikan situasi.
“Kapolri memiliki respons yang bagus. Begitu menyadari bahwa ada yang janggal, dia membentuk tim khusus untuk mengungkap kasus ini,” imbuhnya.
Bahkan, lanjut dia, Kapolri juga membuka diri terhadap keterlibatan pihak eksternal yang melibatkan Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) untuk mengakses proses ini.
Taufik menilai, hal itu menunjukkan bahwa Kapolri punya niat yang tulus untuk membuka kasus Ferdy Sambo. Sebab, dia tidak menutupi dan bahkan bersedia untuk diawasi.
“Hal itu bisa memberikan rasa percaya bahwa Kapolri sedang menjalankan tugas dengan baik dan bersedia dikritik bersama-sama jika melakukan kesalahan,” ucapnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.