Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

18 Tahun Kasus Munir dan Laporan TPF yang Masih Menjadi Misteri

Kompas.com - 08/09/2022, 14:26 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya untuk menetapkan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dalam kasus pembunuhan aktivis Munir Said Thalib masih belum membuahkan hasil.

Meski 18 tahun berlalu, upaya untuk mengungkap dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan Munir berjalan tersendat-sendat.

Langkah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang membentuk tim ad hoc untuk melanjutkan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM dalam kasus pembunuhan Munir justru menuai polemik.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menjelaskan, pembentukan tim ad hoc tersebut didasari dari laporan hasil penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM terkait kasus Munir.

Baca juga: Komnas HAM Tunjuk Usman Hamid Jadi Anggota Tim Ad Hoc Penyelidikan Kasus Munir

Hasil penyelidikan menyebut ada dugaan kasus pembunuhan Munir memenuhi unsur-unsur kasus pelanggaran HAM yang direncanakan oleh negara.

Tim penyelidikan ini menggunakan dasar Undang-undang nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, kemudian hasilnya dilimpahkan ke paripurna Komnas HAM.

Laporan tersebut kemudian menjadi dasar Komnas HAM membentuk tim ad hoc untuk menentukan status kasus pembunuhan Munir sebagai kasus pelanggaran HAM berat.

"Kami berkesimpulan untuk melakukan pembentukan tim ad hoc penyelidikan pelanggaran HAM berat untuk peristiwa pembunuhan saudara Munir berdasarkan UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," ujar dia.

Hasil dari penyelidikan tim ad hoc, ujar Taufan, akan disampaikan dalam sidang paripurna Komnas HAM berikutnya.

Namun, dia tidak bisa memastikan kapan hasil penyelidikan tim ad hoc bisa selesai, karena saat ini tim mereka belum terbentuk sepenuhnya.

"Enggak tahu kapan selesainya. Dalam sidang paripurna itu baru kemudian ada penetapan tentang status hukum dari peristiwa meninggalnya dibunuhnya Munir Said Thalib," papar Taufan.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).(KOMPAS.com/Devina Halim) Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).

Upaya mereka untuk menggaet aktivis HAM Usman Hamid yang juga merupakan sekretaris Tim Pencari Fakta (TPF) kasus kematian Munir justru mendapat penolakan.

Usman yang juga Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia menilai sulit untuk bekerja di dalam tim ad hoc itu karena masa bakti komisioner Komnas HAM hanya kurang dari 2 bulan lagi.

“Jelas akan menyulitkan tim Ad Hoc untuk bekerja secara efektif dan menyeluruh, termasuk bagi para komisioner itu sendiri untuk menindaklanjuti temuannya,” kata Usman dalam keterangan tertulis, Rabu (7/9/2022).

Usman menyatakan bahwa kasus pembunuhan merupakan pelanggaran HAM berat.

Baca juga: Pembunuhan Munir Bisa Jadi Kasus Pelanggaran HAM Berat Pertama di Indonesia dengan Korban Satu Orang

Ia mengatakan bukti-bukti telah menunjukkan kasus ini merupakan serangan yang ditujukan kepada warga sipil yang bekerja sebagai pembela HAM.

Usman menyatakan serangan yang dilancarkan sistematik karena ada unsur kebijakan pemufakatan jahat dari pihak tertentu di dalam negara, khususnya Badan Intelijen Negara (BIN) dan maskapai penerbangan negara. Sejalan dengan hal itu, Usman pun mendesak Komnas HAM agar kasus pembunuhan Munir ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat.

“Komnas HAM memang harus segera menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat dalam kategori kejahatan kemanusiaan, tanpa lagi-lagi menunda,” tegas Usman.

Liku-liku dokumen TPF kasus Munir

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Perpres nomor 111 Tahun 2004 tentang “Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir”. Perpres itu diteken pada 23 November 2004.

Dalam dokumen tercatat ada 11 orang yang dilibatkan dalam TPF. Mereka adalah Bambang Widjajanto, Hendardi, Usman Hamid, Munarman, Smita Notosusanto, I Putu Kusa, Kamala Tjandrakirana, Nazarudin Bunas, Retno Marsudi Arif Havas Oegroseno, Rachland Nashidik, dan Mun'im Idris.

Akan tetapi, Bambang memutuskan tidak mau terlibat dalam tim itu karena merasa tidak sesuai kesepakatan antara pemerintah dan para aktivis karena kewenangan yang minim.

Baca juga: Sulitnya Ungkap Laporan TPF Kasus Munir sejak Era SBY hingga Jokowi...

Halaman:


Terkini Lainnya

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Sholat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Sholat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com