Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembunuhan Munir Bisa Jadi Kasus Pelanggaran HAM Berat Pertama di Indonesia dengan Korban Satu Orang

Kompas.com - 07/09/2022, 21:34 WIB
Singgih Wiryono,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebutkan, bisa jadi kasus pembunuhan Munir menjadi kasus pelanggaran HAM berat pertama di Indonesia dengan korban satu orang.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, jika ditetapkan menjadi pelanggaran HAM berat, kasus pembunuhan Munir adalah terobosan hukum di Indonesia khususnya dalam penegakan pelanggaran HAM.

"Ini langkah terobosan hukum dan kita punya argumentasi yang kuat (untuk menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat)," kata Taufan dalam keterangan tertulis, Rabu (7/9/2022).

Baca juga: Komnas HAM Tunjuk Usman Hamid Jadi Anggota Tim Ad Hoc Penyelidikan Kasus Munir

Taufan mengatakan, Komnas HAM saat ini sudah membentuk tim Ad Hoc untuk menetapkan kasus Munir sebagai kasus pelanggaran HAM berat.

Argumen terkait kasus pelanggaran HAM berat, kata Taufan, sudah disusun sesuai dengan temuan tim penyelidik yang sebelumnya sudah dibentuk Komnas HAM.

"Salah satunya juga memang mendiskusikan mengenai argumentasi hukum manakala kasusnya seperti yang dialami oleh saudara Munir, satu orang, bagaimana itu bisa disebut sebagai dugaan pelanggaran HAM berat, sudah ada, argumentasinya sudah dibuat," ucap dia.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Menuju Kedaluwarsa Kasus Kematian Munir

Di tempat yang sama, Komisioner Komnas HAM bidang Penelitian Sandrayati Moniaga menjelaskan, argumen kasus pelanggaran HAM berat di kasus pembunuhan Munir diambil dari dokumen pengadilan kejahatan internasional atau International Criminal Court.

"Dalam dokumen international criminal court (korban pelanggaran HAM berat) bisa individu atau komunitas," kata Sandra.

Basis dokumen tersebut, kata Sandra, bisa digunakan sebagai argumen untuk menetapkan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat.

Penetapan pelanggaran HAM berat untuk kasus Munir juga dinilai tak bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia.

Baca juga: Kasus Munir yang Segera Kedaluwarsa Diharap Tak Jadi Tameng Impunitas Aktor Intelektual

"Karena memang Undang-Undang 26 (tahun 2000 tentang Pengadilan HAM) basisnya Statuta Roma," ujar dia.

"Dalam setiap penyelidikan, dalam putusan pengadilan HAM rujukan memang putusan dari ICC, jadi kawan-kawan nanti bisa dilihat, itu (kasus Munir) sangat logis merujuk pada pengadilan HAM di tingkat internasional," sambung Sandra.

Peristiwa pembunuhan Munir

Munir dibunuh pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura.

Pemberitaan Harian Kompas 8 September 2004 menyebutkan, Munir meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.

Hasil otopsi menunjukkan adanya senyawa arsenik dalam tubuh mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu.

Baca juga: Jelang Kedaluwarsa, Jokowi-Komnas HAM Diharap Tetapkan Kasus Munir Pelanggaran HAM Berat

Halaman:


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com