Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/09/2022, 16:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Agama era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Suryadharma Ali, bebas bersyarat pada Selasa (6/9/2022).

Dia menghirup udara bebas setelah mendekam di balik jeruji besi selama enam tahun lamanya.

Mantan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu terjerat kasus korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013.

Baca juga: Daftar 23 Koruptor yang Bebas Bersyarat: Ada Atut, Wawan, Pinangki, hingga Patrialis

Berikut perjalanan kasus Suryadharma Ali sejak awal menjadi tersangka hingga kini dinyatakan bebas bersyarat.

Jadi tersangka

Suryadharma Ali ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 22 Mei 2014.

Dia diduga terlibat korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013.

Akibat penetapan status tersangka ini, Suryadharma dipecat dari jabatannya sebagai Ketua Umum PPP pada 10 September 2014. Dia digantikan oleh Romahurmuziy yang kala itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PPP.

Baca juga: 23 Koruptor Bebas Bersyarat pada 6 September, Ada Pinangki dan Patrialis Akbar

Saat itu, Suryadharma mengaku sakit hati. Apalagi, menurut Suryadharma, sejak dirinya ditetapkan sebagai tersangka, kelanjutan perkara dugaan korupsi ini menjadi tidak jelas.

"Betapa sakitnya dijadikan sebagai tersangka, sangat pedih. Kepedihan itu tak hanya dirasakan saya, tapi juga istri, anak, famili, dan kader konstituen PPP. Mereka prihatin dan merasa ikut sakit atas status itu," kata Suryadharma dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Senin (23/2/2022).

Pada 2 Juli 2015, KPK menetapkan Suryadharma sebagai tersangka dalam kasus baru. Penetapan tersangka ini merupakan hasil pengembangan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2013-2013 di lingkungan Kementerian Agama.

Dituntut 11 tahun penjara

Proses hukum terhadap Suryadharma pun berjalan. Dia dituntut 11 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK.

Selain itu, dia dituntut membayar denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Suryadharma saat itu dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 27.283.090.068 dan 17.967.405 riyal Saudi.

Hal yang memberatkan tuntutan terhadap Suryadharma adalah karena mantan Menteri Agama tersebut dianggap jaksa berbelit-belit dalam menyampaikan keterangan serta tidak mau mengakui dan menyesali perbuatannya.

Vonis 6 tahun

Senin, 11 Januari 2016, vonis hukuman untuk Suryadharma diketuk. Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhinya pidana 6 tahun penjara.

Selain itu, Suryadharma juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Suryadharma dihukum 11 tahun penjara.

Baca juga: Suryadharma Ali, Patrialis Akbar, dan Zumi Zola Bebas Bersyarat dari Lapas Sukamiskin

Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi menyatakan, Suryadharma terbukti menyalahgunakan jabatannya selaku menteri penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013. Suryadharma juga dinyatakan bersalah dalam penggunaan dana operasional menteri.

Hakim menganggap perbuatan Suryadharma menyebabkan negara rugi hingga Rp 1,8 miliar.

Dengan demikian, Suryadharma juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar nilai kerugian negara.

Dalam perkara ini, Suryadharma disebut menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi petugas panitia penyelenggara ibadah haji di Arab Saudi.

Suryadharma pun dianggap memanfaatkan sisa kuota haji nasional dengan tidak berdasarkan prinsip keadilan.

Mantan Ketua Umum PPP itu mengakomodasi permintaan Komisi VIII DPR untuk memasukkan orang-orang tertentu supaya bisa naik haji gratis dan menjadi petugas panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH) Arab Saudi.

Tak hanya itu, dia juga memasukkan orang-orang dekatnya, termasuk keluarga, ajudan, pengawal pribadi, sopir dan sopir istrinya agar dapat menunaikan ibadah haji secara gratis.

Baca juga: Merasa Didiskriminasi, Suryadharma Minta Pencabutan Hak Politiknya Dibatalkan

Suryadharma juga dianggap menggunakan dana operasional menteri (DOM) untuk kepentingan pribadinya.

Selama menjadi menteri, DOM yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang diterima Suryadharma berjumlah Rp 100 juta per bulan.

Suryadharma menggunakan DOM untuk biaya pengobatan anaknya sebesar Rp 12,4 juta. Ia juga membayar ongkos transportasinya beserta keluarga dan ajudan untuk berlibur ke Singapura sebesar Rp 95.375.830.

Ia juga menggunakan dana tersebut untuk membayar biaya pengurusan visa, membeli tiket pesawat, pelayanan di bandara, transportasi, dan akomodasi untuk dia beserta keluarga dan ajudan ke Australia sebesar Rp 226.833.050.

Diperberat

Atas vonis yang dijatuhkan kepadanya, Suryadharma tak terima. Dia lantas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

Pada 2 Juni 2016, PT DKI menolak permohonan banding tersebut. Hukuman Suryadharma justru ditambah 4 tahun menjadi 10 tahun penjara.

Baca juga: Suharso Monoarfa Dicopot, Ini Daftar Ketua Umum PPP

Selain itu, Pengadilan Tinggi juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik Suryadharma selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara.

Suryadharma tak mengajukan kasasi atas hukumannya. Namun, pada 2019 dia sempat mengajukan peninjauan kembali (PK) dan ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).

Bebas bersyarat

Belum genap 10 tahun menjalani masa hukuman, Suryadharma mendapatkan bebas bersyarat pada Selasa (6/9/2022). Dia dibebaskan dari Lapas Kelas I Sukamiskin, Jawa Barat.

Suryadharma bebas bersamaan dengan bebasnya 22 narapidana korupsi lainnya seperti eks jaksa Pinangki Sirna Malasari, eks Hakim MK Patrialis Akbar, eks Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, hingga adik Ratu Atut yakni Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Anies Temui AHY dan SBY di Cikeas, Demokrat: Tak Bahas Waktu Deklarasi Cawapres

Anies Temui AHY dan SBY di Cikeas, Demokrat: Tak Bahas Waktu Deklarasi Cawapres

Nasional
Sengkarut Masalah TPPO, 1.900 Jenazah WNI Dipulangkan dalam 3 Tahun hingga Ada 'Backing'

Sengkarut Masalah TPPO, 1.900 Jenazah WNI Dipulangkan dalam 3 Tahun hingga Ada "Backing"

Nasional
Jawaban MK Usai Dituding Bakal Putuskan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup...

Jawaban MK Usai Dituding Bakal Putuskan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup...

Nasional
Sikap 'Cawe-cawe' Disebut Bisa Runtuhkan Kenegarawanan Jokowi ke Depan

Sikap "Cawe-cawe" Disebut Bisa Runtuhkan Kenegarawanan Jokowi ke Depan

Nasional
Zulhas dan Elite PAN Bertemu Megawati di DPP PDI-P Siang Ini, Bahas Kerja Sama Pemilu 2024?

Zulhas dan Elite PAN Bertemu Megawati di DPP PDI-P Siang Ini, Bahas Kerja Sama Pemilu 2024?

Nasional
Ganjar Sebut 'Cawe-cawe' Jokowi Bukan Intervensi Politik Keseluruhan

Ganjar Sebut "Cawe-cawe" Jokowi Bukan Intervensi Politik Keseluruhan

Nasional
Ganjar Santai Elektabilitas Disalip Prabowo di Survei Litbang 'Kompas': Sebentar Akan Menang Lagi

Ganjar Santai Elektabilitas Disalip Prabowo di Survei Litbang "Kompas": Sebentar Akan Menang Lagi

Nasional
Menkumham: Pemerintah Masih Tunggu Undangan DPR Terkait RUU Perampasan Aset

Menkumham: Pemerintah Masih Tunggu Undangan DPR Terkait RUU Perampasan Aset

Nasional
Ungkap Cara Sindikat TPPO Menjerat Korban, Migrant Care: Dilihat yang Terdesak Ekonomi

Ungkap Cara Sindikat TPPO Menjerat Korban, Migrant Care: Dilihat yang Terdesak Ekonomi

Nasional
Ganjar Minta Relawan Tak Lakukan 'Bullying' dan Gunakan Isu SARA

Ganjar Minta Relawan Tak Lakukan "Bullying" dan Gunakan Isu SARA

Nasional
MK Diminta Pertimbangkan Putusan Sistem Pemilu Tak Berlaku untuk Pemilu 2024

MK Diminta Pertimbangkan Putusan Sistem Pemilu Tak Berlaku untuk Pemilu 2024

Nasional
Mahfud Harap Anies Dapat Tiket Pilpres, Jangan Sampai Dijegal Koalisinya Sendiri

Mahfud Harap Anies Dapat Tiket Pilpres, Jangan Sampai Dijegal Koalisinya Sendiri

Nasional
Pancasila Rumah (Anak) Kita

Pancasila Rumah (Anak) Kita

Nasional
Ganjar soal Relawan Jokowi Pecah: Saya Sangat Yakin Sebagian Besar ke Sini, Sebagian Kecil ke Sana

Ganjar soal Relawan Jokowi Pecah: Saya Sangat Yakin Sebagian Besar ke Sini, Sebagian Kecil ke Sana

Nasional
Eks Hakim Konstitusi: Konstitusionalitas Sistem Pemilu Bukan Wilayah MK

Eks Hakim Konstitusi: Konstitusionalitas Sistem Pemilu Bukan Wilayah MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com