Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Degradasi Suara pada 2024 Bayangi Kisruh Internal Partai "Kabah"

Kompas.com - 06/09/2022, 08:20 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kisruh internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang ditandai dengan penggantian ketua umumnya, dari Suharso Monoarfa oleh Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhammad Mardiono, berpotensi membuat dukungan masyarakat terhadap partai ini kian merosot pada 2024.

Bila tak segera disudahi, bukan tidak menutup kemungkinan partai berlambang Kabah itu akan terdepak dari Parlemen. Sebab, pada saat ini saja jumlah politisi PPP yang duduk di kursi DPR tidak lebih dari 19 orang. Dari sembilan partai yang berhasil mendudukan perwakilan di DPR, PPP menjadi yang paling buncit.

“Ancaman degradasi parliamentary threshold (PT) 4 persen akan membayangi PPP. Jangan sampai Pemilu 2024 menjadi pemilu perpisahan bagi PPP dari jajaran elit partai Senayan,” terang Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam, Senin (5/9/2022).

Baca juga: Suharso Monoarfa Dicopot, Ini Daftar Ketua Umum PPP

Pemberhentian Suharso diketahui terjadi lewat Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP di Serang, Banten, Minggu (4/9/2022). Ketidakpuasan kader atas kinerja ketua umum disebut menjadi alasan pelengseran Suharso.

Mardiono mengungkapkan, kader ingin agar ketua umum dapat bekerja lebih maksimal untuk menghadapi Pemilu 2024. Namun, dengan posisi Suharso yang saat ini menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas, hal itu dinilai sulit terwujud.

"Sehingga kader berpikir harus mencari solusi cepat yaitu membagi tugas," kata Mardiono kepada Kompas.com, Senin.

Melansir Kompas.id, pemberhentian Suharso secara resmi tertuang dalam surat yang ditandatangani tiga ketua majelis partai, yaitu Majelis Syariah, Majelis Kehormatan, dan Majelis Pertimbangan pada 30 Agustus 2022. Dalam surat itu disebutkan majelis telah melayangkan dua surat permintaan pengunduran diri Suharso pada 22 dan 24 Agustus. 

Baca juga: Panas di Acara PPP Usai Pencopotan Suharso Monoarfa, Waketum Beri Penjelasan

Tindakan dan ucapan Suharso disebut memantik respons negatif publik terhadap partai ini, sehingga menjadi alasan permintaan pengunduran diri. Adapun tindakan dan ucapan itu di antaranya pernyataan Suharso di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal amplop kiai, yang dianggap sebagai penghinaan terhadap ulama dan pesantren.

Selanjutnya adanya unjuk rasa di kantor DPP PPP yang meminta Suharso mundur. Serta adanya sejumlah laporan gratifikasi atas penggunaan pesawat jet pribadi dan kontroversi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Saat dijumpai di Kompleks Parlemen pada 29 Agustus lalu, Suharso mengaku belum menerima surat permintaan pengunduran diri dari majelis. Sehingga, ia merasa tidak perlu merespons adanya desakan agar ia meninggalkan kursi orang nomor satu di tubuh PPP kala itu.

"Enggak perlu saya respons. Saya enggak terima suratnya," ujar Suharso saat itu.

Baca juga: Teriakan Capek, Bohong, Turun Penuhi Acara PPP yang Tak Dihadiri Suharso dan Plt Ketum

Kubu Suharso melawan

Ketua DPP PPP Saifullah Tamliha saat dihubungi menyatakan bahwa pemberhentian Suharso tidak sah dan tidak sesuai dengan ketentuan AD/ART partai.

Menurut dia, kader PPP hanya bisa memilih ketua umum melalui mekanisme Muktamar, bukan Mukernas.

“Enggak ada yang bisa mencopot Ketum PPP, sebab yang dipilih oleh muktamarin hanyalah ketua umum dan formatur untuk membantu ketum terpilih untuk menyusun pengurus DPP PPP,” tutur Tamliha pada wartawan, Senin.

“Mukernas-nya menyimpang dari proses yang diatur AD/ART,” sambungnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com