Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Yusuf ElBadri
Mahasiswa Program Doktor Islamic Studies UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengkaji Islam dan Kebudayaan

Ironi dalam Sajak Arafat Nur

Kompas.com - 22/08/2022, 12:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jawaban pertanyaan itu saya peroleh dalam sajak Arafat Nur. Kalau pertanyaan itu saya ajukan kepada Arafat Nur, barangkali ia akan berkata datar, ”Jangan heran, ya. Hal semacam ini sering terjadi di kota-kota besar!”

Sajak Arafat Nur berjudul Sering Terjadi di Kota-kota Besar 1, 2 dan 3 ini disiarkan oleh Jawapos 11 Oktober 2020.

Ia menulis sajak dengan bahasa yang sederhana, tetapi begitu memikat dan sanggup menghadirkan sebuah potret masyarakat.

Potret masyarakat yang hipokrit sebenarnya bukan saja ditemukan dalam masyarakat kota, tapi juga masyarakat desa.

Bedanya, barangkali di kota hipokritisme sering terjadi dan sudah biasa bagi masyarakat. Sedang di desa mungkin masih menjadi sesuatu yang tabu dan aneh dalam batas tertentu.

Dalam sajak berjudul Sering Terjadi di Kota-kota Besar 1, Arafat Nur menulis tentang petugas kebersihan tetapi selalu kotor, punya waktu membangunkan dunia tetapi selalu ketiduran.

Menjelang siang aku mengunjungi teman
lama yang sekarang tinggal di kota. Dia bekerja
sebagai tukang bersih kantor, tetapi dirinya selalu
kotor.
Tidak banyak hal yang harus dia kerjakan
selain mengelap meja, menyapu ruangan, dan
memungut tebaran sampah di pekarangan gedung
kecil itu.
Lebih dari itu dia memiliki begitu banyak
waktu senggang untuk membangunkan dunia.
Namun, setiap kali aku datang, dia selalu ketiduran,
entah itu di bangku tamu atau di ruang kerja.

Sajak pertama dapat dipahami bahwa ada hubungan yang bertentangan antara profesi seseorang dengan laku kesehariannya.

Dalam sajak ini digambarkan bahwa bagi masyarakat perkotaan pekerjaan adalah satu dan kepribadian adalah hal lain. Profesi seseorang tidak ada hubungkaitnya dengan tindakan sehari-hari.

Barangkali inilah adalah citra dunia modern kita, di mana sikap hidup pribadi seseorang modern tidak dapat dilihat dari profesi yang tengah digelutinya.

Seorang penegak hukum bisa saja pelanggar hukum, seorang guru tidak perlu menjadi teladan, seorang dokter mungkin juga seorang perokok berat dan bahkan tokoh agama adalah pelaku kekerasan.

Semua ini bukan tentang apa yang dilakukan atau apa yang dijadikan sebagai nilai bagi kehidupan melain tentang profesi, pekerjaan dan uang.

Masyarakat modern percaya bahwa profesi adalah satu hal, dan nilai serta sikap adalah hal lain.

Pada bagian kedua yang diberi judul Sering Terjadi di Kota-kota Besar 2, Nur menulis tentang suasana yang gaduh karena hal yang tak terlalu penting:

Kantor itu tidak pernah ramai, hanya lima atau
tujuh orang yang kutemui sedang sibuk sendiri
bukan oleh pekerjaan, melainkan gaduh dengan
berbagai permainan semacam domino dan game,
tanpa terlalu peduli pada tukang bersih yang jarang
mandi dan sering tidur sesuka hati.
Sepertinya temanku itu juga tidak terlalu peduli
dengan berbagai kegilaan dunia yang sepertinya
sudah lazim bagi dirinya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Nasional
Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Nasional
Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Nasional
Korlantas Polri Ungkap Jasa Pemalsuan Pelat Khusus “ZZ”, Tarifnya Rp 55-100 Juta

Korlantas Polri Ungkap Jasa Pemalsuan Pelat Khusus “ZZ”, Tarifnya Rp 55-100 Juta

Nasional
Absen di Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin, Surya Paloh: Terus Terang, Saya Enggak Tahu

Absen di Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin, Surya Paloh: Terus Terang, Saya Enggak Tahu

Nasional
KPU Mulai Tetapkan Kursi DPRD, Parpol Sudah Bisa Berhitung Soal Pencalonan di Pilkada

KPU Mulai Tetapkan Kursi DPRD, Parpol Sudah Bisa Berhitung Soal Pencalonan di Pilkada

Nasional
PKB Jajaki Pembentukan Koalisi untuk Tandingi Khofifah di Jatim

PKB Jajaki Pembentukan Koalisi untuk Tandingi Khofifah di Jatim

Nasional
PKB Bilang Sudah Punya Figur untuk Tandingi Khofifah, Pastikan Bukan Cak Imin

PKB Bilang Sudah Punya Figur untuk Tandingi Khofifah, Pastikan Bukan Cak Imin

Nasional
KPK Sita Gedung Kantor DPD Nasdem Milik Bupati Nonaktif Labuhan Batu

KPK Sita Gedung Kantor DPD Nasdem Milik Bupati Nonaktif Labuhan Batu

Nasional
MA Kuatkan Vonis 5 Tahun Penjara Angin Prayitno Aji

MA Kuatkan Vonis 5 Tahun Penjara Angin Prayitno Aji

Nasional
Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com