Jawaban pertanyaan itu saya peroleh dalam sajak Arafat Nur. Kalau pertanyaan itu saya ajukan kepada Arafat Nur, barangkali ia akan berkata datar, ”Jangan heran, ya. Hal semacam ini sering terjadi di kota-kota besar!”
Sajak Arafat Nur berjudul Sering Terjadi di Kota-kota Besar 1, 2 dan 3 ini disiarkan oleh Jawapos 11 Oktober 2020.
Ia menulis sajak dengan bahasa yang sederhana, tetapi begitu memikat dan sanggup menghadirkan sebuah potret masyarakat.
Potret masyarakat yang hipokrit sebenarnya bukan saja ditemukan dalam masyarakat kota, tapi juga masyarakat desa.
Bedanya, barangkali di kota hipokritisme sering terjadi dan sudah biasa bagi masyarakat. Sedang di desa mungkin masih menjadi sesuatu yang tabu dan aneh dalam batas tertentu.
Dalam sajak berjudul Sering Terjadi di Kota-kota Besar 1, Arafat Nur menulis tentang petugas kebersihan tetapi selalu kotor, punya waktu membangunkan dunia tetapi selalu ketiduran.
Menjelang siang aku mengunjungi teman
lama yang sekarang tinggal di kota. Dia bekerja
sebagai tukang bersih kantor, tetapi dirinya selalu
kotor.
Tidak banyak hal yang harus dia kerjakan
selain mengelap meja, menyapu ruangan, dan
memungut tebaran sampah di pekarangan gedung
kecil itu.
Lebih dari itu dia memiliki begitu banyak
waktu senggang untuk membangunkan dunia.
Namun, setiap kali aku datang, dia selalu ketiduran,
entah itu di bangku tamu atau di ruang kerja.
Sajak pertama dapat dipahami bahwa ada hubungan yang bertentangan antara profesi seseorang dengan laku kesehariannya.
Dalam sajak ini digambarkan bahwa bagi masyarakat perkotaan pekerjaan adalah satu dan kepribadian adalah hal lain. Profesi seseorang tidak ada hubungkaitnya dengan tindakan sehari-hari.
Barangkali inilah adalah citra dunia modern kita, di mana sikap hidup pribadi seseorang modern tidak dapat dilihat dari profesi yang tengah digelutinya.
Seorang penegak hukum bisa saja pelanggar hukum, seorang guru tidak perlu menjadi teladan, seorang dokter mungkin juga seorang perokok berat dan bahkan tokoh agama adalah pelaku kekerasan.
Semua ini bukan tentang apa yang dilakukan atau apa yang dijadikan sebagai nilai bagi kehidupan melain tentang profesi, pekerjaan dan uang.
Masyarakat modern percaya bahwa profesi adalah satu hal, dan nilai serta sikap adalah hal lain.
Pada bagian kedua yang diberi judul Sering Terjadi di Kota-kota Besar 2, Nur menulis tentang suasana yang gaduh karena hal yang tak terlalu penting:
Kantor itu tidak pernah ramai, hanya lima atau
tujuh orang yang kutemui sedang sibuk sendiri
bukan oleh pekerjaan, melainkan gaduh dengan
berbagai permainan semacam domino dan game,
tanpa terlalu peduli pada tukang bersih yang jarang
mandi dan sering tidur sesuka hati.
Sepertinya temanku itu juga tidak terlalu peduli
dengan berbagai kegilaan dunia yang sepertinya
sudah lazim bagi dirinya.