Sajak kedua bicara tentang suatu aktivitas permainan atau hiburan yang membuat kegaduhan. Aktivitas bermain yang hanya dimainkan oleh beberapa orang menimbulkan kegaduhan.
Kegaduhan dalam arti yang terbatas berarti suara bising atau suara yang mengganggu. Dalam konteks sosial masyarakat, kegaduhan bisa diartikan sebagai pertikaian, prahara dan konflik sosial dan politik.
Melihat pada kasus perpolitikan dah hukum di Indonesia hari-hari ini, memang dua-tiga elite kekuasaan dan politik membuat suasana Indonesia seolah dalam perang dan suasana mengkhawatikan.
Satu kelompok menghadang kelompok lain. Kelompok lain mengancam tak kalah garang. Dan semua berakhir ketika elite duduk untuk rehat sejenak sambil menikmati hidangan kemenangan yang dibagi rata.
Demikian juga dengan bagian ketiga sajak yang berjudul Sering Terjadi di Kota-kota Besar 3 yang berbicara seseorang yang tidur lebih awal dan tidak bangun ketika siang tiba.
Aku bertanya pada salah seorang pegawai,
kenapa temanku itu belum bangun-bangun juga
sesiang ini, apakah semalaman dia begadang
sampai pagi.
Orang itu menjawab bahwa semalam temanku itu
tidur lebih awal dibandingkan teman lainnya. Tadi
dia sempat terbangun sebentar, lantas tidur lagi.
Aku pun heran kenapa dia bisa sampai begitu;
kenapa habis bangun langsung tidur lagi.
”Jangan heran ya,” jawabnya datar saja. ”Hal
semacam ini sering terjadi di kota-kota besar!”
Bila puisi ini dibaca dalam konteks hukum Indonesia saat ini, barangkali ada pertanyaannya begini: Apakah aksi ‘bersih-bersih’ di internal Polri adalah sungguh-sungguh?
Apakah penangkapan tersangka korupsi KPK juga sungguh-sungguh? Atau tindakan itu sekadar terbangun sebentar untuk kemudian tidur lagi seperti pegawai dalam puisi?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.