PERHATIAN terhadap penanganan stunting kembali menggema. Hari Keluarga Nasional 2022 lalu bahkan mengambil tema “Ayo Cegah Stunting agar Keluarga Bebas Stunting”.
Presiden Joko Widodo dalam acara tersebut secara khusus menyatakan bahwa stunting merupakan ancaman serius bagi masa depan Indonesia terutama untuk bersaing secara global di masa depan.
Anak-anak yang mengalami stunting akibat kurangnya kecukupan pangan dan gizi yang dibutuhkan akan mengalami masalah di kemudian hari. Kita akan menghadapi kendala serius dalam mempersiapkan generasi emas di masa datang.
Prevalensi stunting Indonesia pada 2020 ada di peringkat ke-108 dari 132 negara, tertinggi ke-4 di Asia dan tertinggi kedua setelah Kamboja di Asia Tenggara.
UNICEF bahkan memperkirakan ada sekitar 31,8 persen anak di Indonesia mengalami stunting pada 2021. Artinya hampir sepertiga anak di Indonesia mengalami masalah dalam pertumbuhannya.
Sejalan dengan itu, Indonesia masih menghadapai persoalan dengan kesehatan ibu dan anak yang berkoeralasi dengan stunting.
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi dibanding target yang ditetapkan dalam Sustainble Development Goals (SDGs).
Pada tahun 2020 mencapai 230 per 100.000 kelahiran, masih jauh dari target MDGs sebesar 102, apalagi target SDGs sebesar 70.
Demikian pula dengan AKB yang mencapi 21 per 100.000 kelahiran, yang masih jauh dari tatget SDGs sebesar 12 kematian.
Berdasarkan data levels and trend of mall nutrition tahun 2020, tingkat prevelensi stunting di Indonesia berada pada tingkatan yang sangat tinggi, yaitu mencapai 30 persen.
Penurunan stunting di Indonesia juga masih berjalan lambat. Prevelensi stunting di Indonesia yang mencapai 37,2 persen pada 2013, sampai 2016 hanya menurun sedikit menjadi 27,5 persen.
Bahkan prevelensi stunting pada 2018 meningkat kembali menjadi 30,8 persen, meskipun kembali menurun kembali menjadi 27,7 persen pada 2019.
Sehingga secara rata-rata penurunan stunting pada periode 2015-2019 hanya sebesar 0,3 persen. Padahal negara Tetangga seperti Thailand bisa mencapai penurunan sebesar 2 persen per tahun.
Pandemi covid-19 yang berkepanjangan membuat upaya penurunan stunting yang mulai membaik kembali menjadi terhambat.
Dalam dua tahun terakhir 2019-2021, penurunan stunting hanya sebesar 3 persen menjadi 24,4 persen.
Angka ini masih cukup berat untuk bisa mencapai target penurunan sampai 14 persen pada 2024. Apalagi juga dikaitkan dengan target prevelensi dalam SDGs di mana tahun 2030 prevelensi ditargetkan sudah nol atau tidak ada lagi balita stunting.
Posyandu yang menjadi garda terdepan dalam penanganan stunting melalui monitoring kesehatan ibu dan anak mengalami hambatan dalam menjalankan fungsi tersebut.
Rapid survey yang dilakukan Balitbangkes menemukan 43,5 persen Puskesmas meniadakan pelayanan posyandu pada 2020.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.