Jumlahnya meningkat pada tahun 2021 ketika pandemi covid-19 mencapai puncak-puncaknya.
Tidak hanya itu, pada beberapa daerah, anggaran untuk posyandu juga dikurangi cukup besar karena pelayanan posyandu banyak yang dihentikan.
Cakupan layanan konselling untuk pemberian makan bayi dan anak juga menurun 23,5 persen. Upaya antisipasi memang dilakukan melalui modifikasi layanan tele-konseling maupun kunjungan ke rumah. Namun cakupannya juga masih terbatas.
Di tengah pandemi covid-19 yang sedang meningkat, Presiden Jokowi menunjuk BKKBN sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting nasonal pada 25 Januari 2021.
Penananan stunting yang selama ini di bawah koordinator Kementerian Kesehatan dengan kebijakan berbasis pendekatan kesehatan, beralih ke BKKBN dengan pendekatan penanganan yang berbasis keluarga.
Pengalihan koordinator penanganan stunting tentunya membawa harapan besar untuk penanganan stunting yang lebih baik mengingat Kementerian Kesehatan selama ini sudah memiliki beban pekerjaan yang berat dengan berbagai persoalan di bidang kesehatan.
Belum lagi pandemi covid-19 yang masih berkepanjangan dan sempat menimbulkan dampak besar terhadap sistem dan fasilitas kesehatan di Indonesia.
Seiring dengan pengalihan koordinasi penanganan stunting, Presiden mencanangkan penurunan sebesar 2,7 persen per tahun.
Angka inipun sebetulnya masih belum bisa memenuhi target prevelensi stunting sebesar 14 persen akhir 2024.
Kebijakan penanganan stunting dibuat lebih terpadu dengan tidak hanya menyandarkan pada aspek kesehatan, namun juga pada pengelolaan sumber daya pangan, pemenuhan layanan dasar, akses air minum dan sanitasi dan aspek anggaran khususnya dana transfer ke daerah dan dana desa.
Melihat banyaknya tantangan yang dihadapi dan keinginan untuk melakukan intervensi kebijakan penanganan stunting yang lebih komprehensif, maka keseriusan dan komitmen pemerintah untuk melakukannya perlu dikawal.
Komitmen anggaran tentu saja menjadi yang utama karena akan menjadi penentu berjalannya pilar lain dalam penanganan stunting seperti pemenuhan pangan, layanan dasar kesehatan, air bersih dan sanitasi.
Faktanya dalam hal anggaran ini, belum terlihat secara eksplisit komitmen peningkatan anggaran dan kebijakan alokasi anggaran yang lebih tepat dan efektif untuk penanganan stunting.
Anggaran terkait penanganan stunting sebagian besar masih berada di Kementerian Kesehatan.
Hasil studi Badan Kajian DPR juga menemukan masih adanya ketidakefektifan dalam hal dana transfer ke daerah dengan tidak adanya korelasi positif antara nilai AKI dan AKB dengan besaran alokasi anggaran DAK Fisik kesehatan untuk penurunan AKI dan AKB.
Ada daerah dengan AKI dan AKB rendah yang mendapat prioritas anggaran DAK Fisik Kesehatan untuk penurunan AKI dan AKB.
Sebaliknya ada daerah yang memiliki AKI dan AKB tinggi, namun tidak memperoleh priortas anggaran DAK Fisik Kesehatan.
Pola prioritas alokasi anggaran ini juga tidak mengalami perubahan signifikan dari anggaran 2020 ke 2021. Ada enam provinsi dengan AKI tinggi dan 12 provinsi dengan AKB tinggi yang tidak mengalami prioritas anggaran DAK Fisik Kesehatan.