Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR dan Pemerintah Diminta Tak Abaikan Partisipasi Bermakna dalam Membahas RKUHP

Kompas.com - 07/07/2022, 15:49 WIB
Ardito Ramadhan,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Nicky Fahrizal meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah tidak mengabaikan partisipasi bermakna dari publik dalam pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Nicky mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat semestinya menjadi pelajaran bagi DPR untuk membuka ruang partisipasi dalam pembentukan undang-undang.

"Pengalamannya cukup pahit ya ketika suatu produk undang-undang dinyatakan inkonstitusional, maka karena RKUHP ini mengusung misi yamg cukup berat, krusial untuk memperbarui hukum pidana, maka jangan sampai partisipasi bermakna itu diabaikan," kata Nicky, Kamis (7/7/2022).

Baca juga: Kritisi RKUHP, Pengamat Pertanyakan Cara Penegak Hukum Bedakan Kritik dan Penghinaan

Seperti diketahui, menurut MK, partisipasi publik dianggap bermakna jika memenuhi tiga prasyarat, yakni hak untuk didengarkan, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.

"Ini yang menjadi concern publik hari ini. Banyak masukan, banyak kajian untuk menyempurnakan RKUHP, namun tidak semuanya bisa diadopsi, tidak semua bisa didengarkan, terkadang juga diabaikan," ujar Nicky.

Di samping itu, Nicky juga menyoroti sikap pemerintah yang enggan membuka draf RKUHP hingga 4 Juli 2022.

Padahal, draf RKUHP penting dibuka demi memenuhi syarat partisipasi bermakna supaya masyarakat dapat memberikan opini dan pandangan mengenai hukum pidana yang selaras dengan demokrasi.

"Dalam beberapa minggu terakhir saja sangat sulit mendapatkan draf terbaru dari RKUHP, bagaimana publik bisa menilai rancangan tersebut adalah sesuai dengan komitmen demokrasi konstitusional atau sebaliknya?" kata dia.

Baca juga: RKUHP Belum Disahkan Juli, Masih Butuh Pendapat Fraksi di DPR

Nicky juga mewanti-wanti agar DPR tidak mengebut pembahasan RKUHP seperti RUU-RUU sebelumnya yang menurutnya menunjukkan tren fast track legislative.

Seperti diketahui, dalam beberapa waktu terakhir ada sejumlah undang-undang yang pembentukannya dikebut dengan cepat, misalnya UU Cipta Kerja dan revisi UU KPK.

"Apabila ini diterapkan maka ini akan menutup partisipasi publik, menutup publik ingin memberikan masukan terhadap pembahasan RKUHP karena trennya sudah ada," kata Nicky.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej membantah anggapan bahwa pengesahan RKUHP akan dilakukan secara mendadak.

Menurut Eddy, sapaan akrab Edward, pemerintah dan DPR masih memiliki cukup waktu untuk mengesahkan RKUHP menjadi undang-undang.

“Yang jelas dia (RKUHP) masuk Prolegnas 2022, sampai 31 Desember 2022, masih ada waktu,” tutur Eddy saat ditemui di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Baca juga: Pemerintah Klaim Berikan Penjelasan Spesifik soal Kritik Presiden dalam Draf RKUHP

Ia menambahkan, pembahasan RKUHP baru akan dilakukan setelah DPR mengakhiri masa reses pada 16 Agustus mendatang.

Namun, ia memastikan, DPR dan pemerintah memiliki komitmen yang sama untuk mengesahkan RKUHP ini.

“Tapi ada satu kesamaan frekuensi ini harus segera disahkan. Ya kita tidak menentukan waktu harus kapan, karena besok sudah penutupan masa sidang (DPR),” imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com