JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Eksekusitif Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) berencana menggelar unjuk rasa di Gedung DPR/MPR RI besok, Selasa (28/6/2022) siang.
BEM UI bakal bergabung dengan Aliansi Nasional Reformasi KUHP dan Aliansi Mahasiswa Indonesia.
Unjuk rasa ini adalah aksi lanjutan dari aksi simbolik pekan lalu di Patung Kuda, Jakarta Pusat, yakni menuntut transparansi draf revisi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang hingga sekarang masih ditutup pemerintah dan DPR.
Dalam aksi itu, mereka menuntut agar RKUHP dibahas secara transparan, pasal-pasal problematiknya dihapus, dan melayangkan peringatan bahwa mereka siap turun ke jalan dengan massa yang lebih besar bila 2 tuntutan itu tak diindahkan.
Baca juga: Sejumlah Alasan Pemerintah Belum Mau Buka Draf Terbaru RKUHP
"Walau berbagai cara, termasuk audiensi dan aksi simbolik, telah dilakukan, pemerintah tidak sama sekali merespons ketiga tuntutan tersebut," ungkap Ketua BEM Universitas Indonesia Bayu Satria dalam keterangan resmi, Senin (26/6/2022).
"Pertama, draf RKUHP belum dapat diakses oleh publik. Kedua, pembahasan mengenai pasal-pasal yang melanggar kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara masih tidak dibuang," ujarnya.
Ia melanjutkan, dengan ketidakpedulian pemerintah dan DPR, aksi yang lebih besar menjadi konsekuensi.
Aliansi mengeklaim bahwa gelombang unjuk rasa bakal lebih masif ketimbang penolakan sejenis pada 2019 lalu.
"Mulai tanggal 27 Juni 2022, yang akan turut dihiasi aksi penolakan RKUHP di Jakarta tanggal 28 Juni 2022," kata Bayu.
"Kami akan menjemput Ketua DPR RI dan turut meminta Presiden RI untuk memberikan jawaban atas semua tuntutan kami. Kami tetap menuntut atas keterbukaan draf RKUHP, keterlibatan masyarakat yang sejati dalam perancangan RKUHP, dan segera membuang pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP yang turut mengancam HAM dan demokrasi," jelasnya.
Akibat tertutupnya pemerintah dan DPR, satu-satunya draf RKUHP yang dapat diakses publik adalah draf versi tahun 2019 yang menimbulkan gelombang unjuk rasa besar-besaran dan korban jiwa, serta tambahan matriks yang disampaikan pemerintah kepada parlemen pada 25 Mei 2022.
Dalam matriks tersebut, ada 14 isu dalam RKUHP yang diperbaiki, namun sejumlah lembaga masyarakat sipil menilainya jauh dari cukup.
Baca juga: DPR RI Diminta Kritis dan Tidak Langsung Ikut Pemerintah dalam Perumusan RKUHP
Terlebih, pada 2019, lembaga masyarakat sipil telah menyusun sedikitnya 24 isu krusial dalam draf itu.
Alhasil, saat ini tidak ada yang dapat memastikan apakah pasal-pasal bermasalah dalam draf RKUHP terdahulu masih ada atau dihapus maupun mengalami perubahan.
Kekhawatiran menguat lantaran sejumlah undang-undang yang ditengarai bermasalah dari segi substansi, seperti UU Minerba, UU KPK, UU IKN, dan UU Cipta Kerja, juga dibahas secara tidak transparan dan palu pengesahannya diketuk begitu cepat.