JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu yang menjadi sorotan dari Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) adalah pasal penyerangan terhadap kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.
Dalam draf RKUHP tahun 2019, perbuatan yang dianggap menyerang kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden bisa diancam hukuman penjara maksimal 3,5 tahun.
Tiga tahun lalu, pasal tersebut menuai kritik berbagai kalangan hingga memicu aksi unjuk rasa besar-besaran.
Baca juga: Pasal-pasal Karet RKUHP yang Jadi Sorotan
Setelah terhenti hampir 3 tahun, kini, pemerintah dan DPR bersiap melanjutkan pembahasan RKUHP.
Pada 25 Mei lalu, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bersama Komisi III DPR RI telah menggelar rapat dengar pendapat (RDP) mengenai revisi UU ini.
Namun, hingga kini pemerintah dan DPR belum mau membuka draf terbaru RUU tersebut. Padahal, revisi KUHP ditargetkan rampung pada Juli tahun ini.
Perihal penyerangan terhadap kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden diatur dalam Pasal 218 hingga Pasal 220 RKUHP.
Merujuk draf RKUHP versi 2019, perbuatan menyerang kehormatan dan martabat presiden dapat dipidana penjara hingga 3,5 tahun.
Baca juga: Polemik RKUHP dan Problem Pembahasan yang Terkesan Tertutup
"Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV," bunyi Pasal 218 Ayat (1).
"Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri," lanjutan Pasal 218 Ayat (2).
Hukuman terhadap penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden bisa diperberat menjadi 4,5 tahun jika dilakukan di media sosial. Ihwal tersebut diatur dalam Pasal 219 draf RKUHP.
"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap presiden atau wakil presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV," demikian bunyi pasal tersebut.
Kemudian, pada Pasal 220 disebutkan bahwa tindak pidana penyerangan terhadap kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden ini hanya dapat dituntut jika ada aduan.
Adapun pengaduan itu dapat dibuat secara tertulis oleh presiden atau wakil presiden.
Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan menyerang kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden?