Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Pasal Penyerangan Kehormatan dan Martabat Presiden yang Jadi Kontroversi RKUHP

Kompas.com - 22/06/2022, 12:44 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu yang menjadi sorotan dari Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) adalah pasal penyerangan terhadap kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.

Dalam draf RKUHP tahun 2019, perbuatan yang dianggap menyerang kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden bisa diancam hukuman penjara maksimal 3,5 tahun.

Tiga tahun lalu, pasal tersebut menuai kritik berbagai kalangan hingga memicu aksi unjuk rasa besar-besaran.

Baca juga: Pasal-pasal Karet RKUHP yang Jadi Sorotan

Setelah terhenti hampir 3 tahun, kini, pemerintah dan DPR bersiap melanjutkan pembahasan RKUHP.

Pada 25 Mei lalu, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bersama Komisi III DPR RI telah menggelar rapat dengar pendapat (RDP) mengenai revisi UU ini.

Namun, hingga kini pemerintah dan DPR belum mau membuka draf terbaru RUU tersebut. Padahal, revisi KUHP ditargetkan rampung pada Juli tahun ini.

Ancaman pidana

Perihal penyerangan terhadap kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden diatur dalam Pasal 218 hingga Pasal 220 RKUHP.

Merujuk draf RKUHP versi 2019, perbuatan menyerang kehormatan dan martabat presiden dapat dipidana penjara hingga 3,5 tahun.

Baca juga: Polemik RKUHP dan Problem Pembahasan yang Terkesan Tertutup

"Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV," bunyi Pasal 218 Ayat (1).

"Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri," lanjutan Pasal 218 Ayat (2).

Hukuman terhadap penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden bisa diperberat menjadi 4,5 tahun jika dilakukan di media sosial. Ihwal tersebut diatur dalam Pasal 219 draf RKUHP.

"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap presiden atau wakil presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV," demikian bunyi pasal tersebut.

Kemudian, pada Pasal 220 disebutkan bahwa tindak pidana penyerangan terhadap kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden ini hanya dapat dituntut jika ada aduan.

Adapun pengaduan itu dapat dibuat secara tertulis oleh presiden atau wakil presiden.

Definisi menyerang kehormatan presiden

Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan menyerang kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com