KOMPAS.com – Dalam sistem peradilan di Indonesia, terdapat istilah yurisprudensi. Yurisprudensi merupakan salah satu sumber hukum formil yang ada.
Selain yurisprudensi, sumber hukum formil yang lain, yaitu undang-undang; kebiasaan dan adat; traktat atau perjanjian atau konvensi internasional; dan doktrin atau pendapat ahli hukum terkemuka.
Lalu, apa yang dimaksud dengan yurisprudensi?
Yurisprudensi merupakan produk yudikatif yang berisi kaidah hukum yang mengikat pihak-pihak yang bersangkutan.
Secara umum, yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang diikuti oleh para hakim dalam memutus perkara yang sama.
Yurisprudensi sebagai salah satu sumber hukum formil adalah putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang menciptakan hukum.
Jadi, tolak ukur sebuah putusan pengadilan disebut sebagai yurisprudensi adalah putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang menciptakan hukum, tanpa memperhatikan apakah putusan tersebut diikuti atau tidak oleh hakim di kemudian hari dalam memutus perkara yang sama atau sejenis.
Putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, namun tidak menciptakan hukum dan hanya menerapkan hukum, walaupun diikuti dan dicontoh oleh hakim di kemudian hari, bukanlah yurisprudensi.
Yurisprudensi terdiri atas:
Baca juga: KPK Berharap Penolakan Praperadilan Suryadharma Bisa Jadi Yurisprudensi
Salah satu contoh yurisprudensi, yaitu penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Barat-Selatan pada 19 November 1973 yang mengabulkan permohonan seorang warga negara Indonesia bernama Iwan Rubianto Iskandar.
Iwan mengajukan permohonan perubahan status setelah mengubah kelamin dari laki-laki menjadi perempuan.
Ia juga mengubah namanya menjadi Vivian Rubianti Iskandar. Vivian merupakan orang pertama di Indonesia yang melakukan operasi ganti kelamin.
Putusan majelis hakim yang diketuai Fatimah itu pun menjadi yang pertama yang berkaitan dengan perubahan status gender.
Pokok perkara yang dimohonkan oleh Iwan Rubianto tersebut merupakan kasus baru dan tidak diatur oleh undang-undang maupun hukum adat.
Dalam persidangan, Hakim Ketua menyebutkan pertimbangan hukum untuk kasus ini, yaitu