KOMPAS.com – Di Indonesia, hukum adat diakui sebagai hukum yang sah. Hingga saat ini, masih banyak masyarakat yang menggunakan hukum adat dalam kehidupan sehari-hari.
Keberadaan hukum adat dijamin oleh negara melalui UUD 1945. Pasal 18B Ayat 2 berbunyi,
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
Berikut pengertian atau definisi hukum adat menurut para ahli.
Baca juga: Hukum Adat: Pengertian, Sumber, dan Unsur
Ahli hukum, Van Vollenhoven menyebutkan bahwa hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku yang di satu sisi memiliki sanksi sehingga disebut sebagai hukum dan di lain sisi dalam keadaan tidak terkodifikasi sehingga diistilahkan sebagai adat.
Van Vollenhoven dijuluki sebagai ahli hukum yang menemukan hukum adat. Ia mempopulerkan istilah hukum adat melalui bukunya “Het Adat Recht van Nederlandsch Indie” atau Hukum Adat Hindia-Belanda.
Ter Haar melanjutkan usaha Van Vollenhoven dalam menyempurnakan rumusan mengenai hukum adat.
Menurut Ter Haar, hukum adat adalah keseluruhan kebijakan yang berasal dari ketetapan para fungsionaris hukum yang memiliki wibawa dan pengaruh, serta dalam pelaksanaannya berlaku serta merta (spontan) dan dipatuhi dengan sepenuh hati.
Para fungsionaris hukum yang dimaksud merupakan pejabat yang berkuasa dalam kelompok sosial, seperti kepala adat, tokoh agama, pejabat desa, dan sebagainya.
F.D. Holleman mendefinisikan hukum adat sebagai hukum yang mandiri karena norma-norma hukum yang ada merupakan norma hidup yang diikuti dengan sanksi dan ditaati oleh masyarakat maupun badan atau lembaga yang bersangkutan.
Oleh karena itu, keberadaannya tidak tergantung pada persoalan siapa pemberi legitimasi atas keberlakuan norma-norma tersebut.
Baca juga: Contoh Hukum Adat di Indonesia dan Sanksinya
Bellefroid berpendapat bahwa hukum adat adalah peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh penguasa, namun tetap dihormati dan dipatuhi oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.
Ahli hukum adat pertama Indonesia, R. Soepomo membawa dua rumusan berbeda.
Pertama, Soepomo menyebut hukum adat adalah hukum non-statutair yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil hukum Islam, selain melingkupi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan yang ia memutuskan perkara.
Kedua, hukum adat adalah sebutan lain dari hukum tidak tertulis di dalam peraturan legislatif, hukum yang hidup sebagai kompensasi di badan-badan negara, hukum yang timbul karena putusan hakim, dan hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan dalam pergaulan manusia.