Pemekaran wilayah juga dapat memuluskan masuknya bisnis dan investasi ke provinsi baru.
“Daerah-daerah pemekaran baru itu bisa menjadi wilayah-wilayah baru untuk investasi, atau eksploitasi sumber daya alam. Kita lihat misalnya Tambrauw di Papua Barat, lalu Kabupaten Raja Ampat. Lalu, ini (pemekaran wilayah) memperluas teritori keamanan, terbentuknya kodam-kodam baru, misalnya,” ucap Ngurah.
Siasat elite lokal
Akan tetapi, bukan hanya Jakarta yang berkepentingan atas pemekaran wilayah ini.
Dalam disertasinya berjudul “Siasat Elite Mencuri Kuasa di Kabupaten Manokwari, Papua Barat” (2015), ia menjelaskan bagaimana elite-elite lokal berupaya melakukan serangkaian koordinasi dan lobi-lobi ke Jakarta guna memuluskan pemekaran wilayah di Papua.
“Untuk mencuri kekuasaan yang dengan sadar dan sukarela akan diberikan oleh negara. Jadi diberikan betul (lewat pemekaran wilayah). Dikasih di sana mulai dari anggaran, formasi pegawai negeri,” ujar Ngurah.
Baca juga: Nama Tiga Provinsi Baru di Papua Masih Bisa Diubah di Pembahasan RUU
Hal ini tampak dari apa yang sudah terjadi di tingkat kota dan kabupaten di Papua dan Papua Barat.
Pemekaran wilayah justru jadi ajang elite-elite lokal berebut jabatan di birokrasi, akses anggaran, proyek, dan kue-kue kekuasaan lainnya.
Beberapa kepala daerah, sebut saja eks Bupati Maybrat Bernard Sagrim dan eks Bupati Sorong Selatan Otto Ihalauw, sudah terjerat kasus korupsi.
“Ini (pemekaran wilayah) peluang yang diciptakan dan disadari negara, dimanfaatkan para elite (lokal Papua). Disadari betul oleh negara, bahwa (elite) Papua harus diberi ruang, diberi ‘mainan’, dikasih panggung,” kata Ngurah.
“Saya kira ujungnya kita akan melihat terbentuknya kelompok-kelompok kelas menengah, elite lokal yang sejahtera karena pemekaran ini. Di sisi lain, masyarakat kecil tidak akan pernah mendapatkan kesejahteraan karena memang sirkulasi kekuasaannya ada di tangan mereka (elite),” ungkapnya.
Simbiosis mutualisme antar-elite ini seakan terangkum dalam ucapan seorang elite lokal di balik gagasan pembentukan Provinsi Papua Barat Daya, yang dikutip Ngurah dalam bukunya, Papua Versus Papua (2017).
Dalam buku yang sama, Ngurah menggambarkan bahwa proyek pemekaran wilayah disebut oleh orang-orang lokal sebagai “gula-gula”.
Baca juga: Puan Harap 3 Provinsi Baru Mampu Layani Papua Lebih Baik
“Pemekaran daerah itu mudah diperjuangkan di pemerintah pusat (Jakarta). Kita pakai saja alasan bahwa di Papua luas dan tantangan alam menghambat kemajuan, pasti akan disetujui,” ucap elite lokal itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.