Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perludem: Putusan MK Tegaskan DKPP Bukan Pengadilan Etik

Kompas.com - 31/03/2022, 15:50 WIB
Mutia Fauzia,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa menjelaskan, putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sifat putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menegaskan bahwa DKPP bukanlah pengadilan etik.

Putusan MK tersebut terkait dengan permohonan uji materi Pasal 458 Ayat (13) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pemohon dalam perkara itu adalah Komisioner KPU RI masa jabatan 2017-2022, Evi Novida Ginting Manik dan Arief Budiman.

Keduanya menyoal sifat putusan DKPP yang dalam UU Pemilu disebut final dan mengikat. Pasal 458 Ayat (13) UU Pemilu berbunyi, "Putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (10) berifat final dan mengikat".

Baca juga: Pascaputusan MK, DKPP: Terbuka Ruang Menggugat bagi Lembaga Pelaksana Pemilu

"Menurut saya putusan MK kemarin menegaskan bahwa DKPP bukanlah pengadilan etik," ujar Khoirunnisa kepada Kompas.com, Kamis (31/3/2022).

Dia menjelaskan, keputusan DKPP memang final dan mengikat tetapi mengikat untuk Presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, serta Bawaslu.

Namun, ketetapan dari Presiden, KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, serta Bawaslu bisa disengketakan ke pengadilan tata usaha negara (PTUN).

"Sehingga ketika ada penyelenggara pemilu yang merasa hak elektoralnya terciderai dapat mencari ruang hukum melalui PTUN. Ini penegasan kembali atas putusan MK yang lalu," ujar Khoirunnisa.

Sebelumnya, Ketua DKPP Muhammad menjelaskan, dengan putusan tersebut, ketika ada putusan DKPP, maka presiden, Bawaslu, dan KPU wajib melaksanakan sesuai tingkatannya.

"Namun misalnya ada penyelenggara pemilu yang merasa dirugikan atas pelaksanaan putusan DKPP melalui keputusan administratif presiden, KPU, dan Bawaslu maka hal inilah yang ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi, terbuka ruang untuk menggugat,” kata Muhammad seperti dikutip dari keterangan tertulisnya yang diterima Kompas.com.

Permohonan uji materi ini diajukan lantaran Evi Novida dan Arief Budiman merasa dirugikan oleh putusan DKPP yang bersifat final dan mengikat. Evi Novida pada 18 Maret 2020 diberhentikan oleh DKPP karena dianggap melanggar kode etik penyelenggara pemilu dalam perkara yang diajukan calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat bernama Hendri Makaluasc.

Dia lantas menggugat keputusan presiden yang memberhentikan dirinya dari jabatannya secara tidak hormat ke PTUN. Gugatan itu dimenangkan Evi sehingga dia kembali diangkat sebagai komisioner KPU.

Pada 13 Januari 2021, DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian terhadap Arief Budiman sebagai Ketua KPU.

Oleh DKPP, Arief dinilai melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu karena mengaktifkan kembali Evi sebagai anggota KPU. Arief diadukan ke DKPP karena menemani Evi yang berstatus nonaktif sebagai anggota KPU mendaftarkan gugatan ke PTUN.

Ia juga diadukan karena membuat putusan yang dianggap melampaui kewenangannya lantaran meminta Evi kembali aktif sebagai anggota KPU. Namun demikian, sanksi DKPP hanya berupa pemberhentian Arief dari jabatannya sebagai Ketua KPU, bukan penyelenggara pemilu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com