Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Orde Lama dan Orde Baru di Puncak Jayawijaya

Kompas.com - 22/03/2022, 07:08 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

"Kupersembahkan kepada bangsaku sebagai tanda pengabdianku telah kuselesaikan. Semoga bangsaku tetap djaja," begitu isi tulisan Sudarto.

Dokumen itu dimasukkan ke sebuah botol, lalu ditanam di padang es yang membeku di bawah hamparan bendera merah putih. Itu adalah pertama kali orang Indonesia menginjakkan kaki puncak tertinggi Pegunungan Jayawijaya. Ini peristiwa nasional yang besar waktu itu.

Presiden Sukarno bahkan sempat mengirim amanatnya lewat radio ketika ekspedisi tengah berlangsung.

"Kepada rombongan pendaki, saya perintahkan untuk meneruskan tugas mendaki Puncak Sukarno dan memancangkan Merah-Putih di atasnya, dengan iringan doa restu saya dan dengan keyakinan, bahwa putera-putera Indonesialah yang lebih mampu menguasai alam Indonesia, oleh karena putera-putera Indonesia sendirilah yang dapat berbicara dengan nalurinya untuk mengenal watak dan kepribadian ibunya, Ibu Pertiwi, atau Tanah Air Indonesia. Maju terus! Pantang mundur!"

Baca juga: Konfrontasi Indonesia dan Belanda dalam Sengketa Irian Barat

Akan tetapi, kekuasaan Sukarno goyah akibat peristiwa Gerakan 30 September 1965. Sukarno akhirnya turun dari panggung kekuasaan pada 1967 setelah Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara mencabut gelar presiden seumur hidup, dan mengangkat serta melantik Suharto menjadi presiden.

Setelah itu, pemerintahan Suharto melakukan langkah de-Sukarnoisasi untuk menghilangkan segala pengaruh Sukarno di masa Orde Baru. Nama Puncak Sukarno pun diganti menjadi Puncak Jayawijaya.

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada 2009 silam menyatakan prihatin nama mendiang ayahnya tidak lagi menjadi simbol pegunungan tertinggi di Papua.

Megawati mengemukakan, nama pegunungan tertinggi di Papua semula adalah Soekarno. Tetapi pemerintah masa lalu menggantinya dengan Puncak Jaya Wijaya. Penghapusan itu sebagai bentuk sikap yang tidak menghargai pemimpin nasional. Padahal, di negara lain, penghargaan kepada pemimpin nasional yang telah berjasa begitu besar.

"Kalau saya ’ngomong’ begini nanti ada yang bilang ’ah itu ’kan karena Bapakmu’. Bukan, bukan soal itu, tetapi ini soal penghargaan bangsa ini kepada pemimpinnya," katanya dalam Perayaan Natal PDI Perjuangan sekaligus Perayaan HUT ke-36 PDI Perjuangan di Lapangan Tenis Indoor Bumi Wiyata Depok, Jawa Barat, 10 Januari 2009 silam.

Sumber:

Kompas edisi 29 April 1990: "Dua Puluh Enam Tahun, antara Perintis dan Penerus".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com