Kita cukupkan sampai di situ saja masalah jati diri Bakamla dan masuk ke pikiran utama karangan ini, yakni seputar jeroan atau isi PP.
Pertanyaannya sekarang, antara lain, bagaimanakah postur – fungsi, kewenangan, dll – lembaga tersebut setelah dikeluarkannya PP No. 13/2022?
Bagaimana arsitektur penegakan hukum di laut nusatara setelahnya? Apakah aturan tersebut menimbulkan dampak terhadap keberadaan lembaga lain yang sudah lebih duluan melaut?
Paragraf-paragraf berikut akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi. Tetapi sebelumnya perlu disinggung sedikit terlebih dahulu situasi perpolitikan yang mewarnai perjalanan PP tersebut.
Masih segar dalam ingatan publik ketika RUU Cipta Kerja dalam proses pembahasan di parlemen, Menkopolhukam dan Menkomarves beberapa kali mengungkapkan bahwa pemerintah juga akan menyusun undang-undang omnibus law keamanan laut.
Setelah RUU Cipta Kerja disahkan oleh DPR tidak terdengar, paling tidak oleh penulis, pemerintah mengajukan draf UU sebagaimana yang disampaikan oleh kedua menteri.
Dicatat juga oleh publik, sebelum gagasan omnibus law keamanan laut disebut-sebut, sebuah draf UU dengan topik yang sama sudah dikirimkan ke parlemen lebih dahulu.
Bahkan, naskah itu sempat dimasukan ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) DPR. Artinya, ini barang akan jadi prioritas pembahasan hingga menjadi UU.
Entah bagaimana ceritanya, status “top priority” RUU ini diturunkan.
Walhasil, draf-nya tidak jadi dibahas, malah naskah fisiknya hilang sama sekali dari peredaran. Saya mencoba memintanya ke berbagai pihak yang berkompeten untuk itu namun tak berhasil.
Dikeluarkannya PP No. 13/2022 nampaknya merupakan exit strategy bagi sesumbar pejabat pemerintah yang sudah berkoar bahwa isu keamanan laut akan ditempatkan pada status legal yang tinggi (baca: undang-undang). Entahlah.
Kembali ke laptop. Membaca naskah PP yang sudah beredar luas di masyarakat, ini catatannya.
Pertama, Bakamla ke depannya akan lebih berperan sebagai koordinator bagi instansi yang ada seperti Polair, KPLP, Bea Cukai dan lainnya.
Di sisi lain, instansi ini memiliki aset (kapal patroli, kantor/stasiun daerah antara lain) untuk melakukan tugas-tugas taktis.
Dan, sejauh ini sudah melakukan patroli, termasuk penangkapan kapal-kapal yang dinilai melanggar hukum.