Anjuran itu tak diindahkan Priyanto. Ia justru meminta anak buahnya, Andreas Dwi Atmoko, memacu kendaraan menjauh dari lokasi kejadian.
Memasuki kawasan Banyumas, Jawa Tengah, rombongan menuju aliran Sungai Serayu guna membuang kedua korban.
Wirdel menyebutkan, akibat dibuang ke sungai, Handi yang pasca-kecelakaan masih hidup akhirnya meninggal dunia. Dugaan itu diperkuat dengan hasil temuan tim dokter saat melakukan visum et repertum.
Saat hendak membuang Handi dan Salsabila ke sungai, anak buah Priyanto, Ahmad Soleh dan Andreas Dwi Atmoko sempat menolak.
Keduanya menyarankan agar Handi dan Salsabila dibawa ke puskesmas terdekat. Namun, saran itu ditolak mentah-mentah oleh Priyanto.
"Itu anak orang pasti dicariin sama orang tuanya, mending kita balik," ucap Ahmad Sholeh dan Andreas Dwi Atmoko, dalam naskah kronologi yang dibacakan Oditur Militer Wirdel dalam sidang perdana.
“Kamu diam saja, ikuti perintah saya," jawab Kolenel Priyanto.
Mendengar pernyataan ini, Ahmad Sholeh dan Andreas Dwi Atmoko sempat memohon supaya Priyanto mengurungkan niat jahat tersebut.
Alih-alih mengurungkan niatnya, Priyanto malah bercerita ke Andreas dan Sholeh bahwa dirinya pernah mengebom rumah milik seseorang dan tidak ketahuan.
“Dijawab terdakwa, 'saya pernah bom satu rumah, dan tidak ketahuan'," kata Wirdel.
“Saksi dua berkata, 'izin bapak saya tidak ingin punya masalah'. Di jawab, 'Kita tentara, kamu enggak usah cengeng, enggak usah panik'," ujarnya.
Priyanto pun berang. Akhirnya, Sholeh dan Andreas terpaksa menurut dan membantu Priyanto membuang tubuh Handi dan Salabila ke Sungai Serayu.
Dalam persidangan yang digelar Selasa (15/3/2022), salah satu anak buah Kolonel Priyanto, Andreas Dwi Atmoko, menangis.
Ia mengaku syok ketika mendengar niatan Priyanto membuang korban tabrak lari ke sungai.
“Karena saya punya anak dan istri, kalau ada apa-apa, nanti gimana keluarga saya,” terang Andreas sembari mengusap air matanya di hadapan majelis hakim.