Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Menunda Pemilu 2024 Sulit Terwujud dan Bentuk Amnesia Reformasi

Kompas.com - 02/03/2022, 07:26 WIB
Ardito Ramadhan,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana untuk menunda Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang digaungkan tiga partai politik, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Golkar, dan Partai Amanat Nasional (PAN) mendapat penolakan dari enam partai lainnya di parelemen.

Terbaru, Partai Gerindra menolak wacana tersebut setelah ketua umumnya, Prabowo Subianto, menyatakan akan tetap menghormati konstitusi.

"Terkait dengan wacana penundaan Pemilu 2024, Pak Prabowo Subianto menyatakan beliau menghormati konstitusi kita dan ingin terus menjaga konstitusi kita, serta merawat demokrasi kita yang sehat," kata Juru Bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, dalam keterangan video, Selasa (1/3/2022).

Baca juga: Wacana Penundaan Pemilu Dinilai Jadi Luas Karena Disebarkan Pihak yang Punya Konstituen

Sikap menolak penundaan pemilu juga disampaikan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, yang menyatakan partainya memegang teguh aturan bernegara merujuk pada konstitusi. Paloh mengemukakan, Partai Nasdem tidak ingin dianggap sebagai pengkhianat reformasi. Karena itu, Nasdem menolak pengunduran pemilu.

"Ketika ingin menempatkan kepentingan bangsa, maka kita akan menempatkan sesuai konstitusi. Nah, kalau konstitusinya berbicara seperti itu (dua periode), maka NasDem akan berada paling depan (mematuhi aturan)," kata Paloh dalam siaran pers.

Sikap Gerindra dan Nasdem itu menambah jumlah partai politik yang menolak penundaan pemilu setelah sebelumnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan mengambil sikap yang sama.

Sulit terealisasi

Sikap mayoritas partai di parlemen yang menolak penundaan pemilu diperkirakan akan membuat wacana tersebut sulit terealisasi.

Untuk menunda pemilu atau memperpanjang masa jabatan presiden, diperlukan amendemen Undang-Undang Dasar 1945. Sebab, konstitusi telah mengatur bahwa pemilu dilaksanakan lima tahun sekali dan masa jabatan presiden paling lama dua periode.

Merujuk pada Pasal 37 Ayat (1) UUD 1945, usul perubahan UUD dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.

Baca juga: Partai Politik Diminta Kompak Tolak Isu Penundaan Pemilu

Untuk diketahui, anggota MPR saat ini berjumlah 711 orang, terdiri dari 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan 136 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Dengan demikian, amendemen UUD dapat diusulkan apabila diajukan oleh 237 orang anggota MPR yang merupakan 1/3 dari total 711 orang anggota MPR.

Dengan peta politik yang ada sekarang, kelompok yang mendukung penundaan pemilu hanya menduduki 187 kursi MPR, terdiri dari 85 kursi milik Golkar, 58 kursi PKB, dan 44 kursi PAN.

Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh di Rapat Koordinasi Pemenangan Pemilu 2024 di Surabaya, Senin (28/2/2022). ANTARA/HO-NasDem Jatim.ANTARA/HO-NasDem Jatim. Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh di Rapat Koordinasi Pemenangan Pemilu 2024 di Surabaya, Senin (28/2/2022). ANTARA/HO-NasDem Jatim.
Sementara, kelompok yang menolak penundaan pemilu menguasai kursi MPR dengan perolehan 388 kursi, terdiri dari PDI-P (128 kursi), Gerindra (78), Nasdem (59), Demokrat (54), PKS (50), dan PPP (19).

Di luar itu memang masih ada 136 suara yang tersebar ke masing-masing anggota DPD. Namun, Ketua DPD La Nyalla Mattalitti telah menolak penundaan pemilu.

"Sudahlah, kita tidak boleh menjalankan negara ini dengan suka-suka, apalagi ugal-ugalan dengan melanggar konstitusi, atau mencari celah untuk mengakali konstitusi. Saya berulang kali mengajak semua pihak untuk berpikir dalam kerangka negarawan,” ujar La Nyalla, dikutip dari Kompas.tv.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com