JAKARTA, KOMPAS.com - Partai-partai politik diminta bersikap tegas menolak wacana penundaan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) 2024 atau perpanjangan masa jabatan presiden yang kini tengah bergulir.
Menurut peneliti Indikator Politik Bawono Kumoro jika wacana itu terus bergulir atau bahkan berlanjut maka bisa membahayakan kelangsungan demokrasi di Indonesia.
"Partai-partai politik kontra wacana penundaan pemilu tersebut harus bergandengan tangan dengan publik juga komponen bangsa lain penolak wacana ini," kata Bawono kepada Kompas.com, Selasa (1/3/2022).
"Ini kesempatan emas bagi partai-partai politik untuk menunjukkan diri sebagai institusi demokrasi mampu menjalankan fungsi agregasi," lanjut Bawono.
Baca juga: Tanggapi Wacana Penundaan Pemilu 2024, Pimpinan Komisi II: Jangan Cari Alasan yang Dibuat-buat
Bawono mengingatkan jika wacana itu terus didorong kemudian menjadi sebuah proses politik di MPR RI lalu dan berujung amandemen Undang-Undang Dasar 1945, maka praktik demokrasi konstitusional yang selama ini dijalankan akan terancam.
"Aturan main demokrasi dan tentu juga konstitusi akan menjadi barang mudah dipermainkan dan diubah sesuka hati sesuai dari kepentingan politik jangka pendek elite," ujar Bawono.
Sampai saat ini yang melontarkan wacana itu adalah Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Golkar. Sedangkan lima parpol lain yang memiliki kursi di MPR/DPR, yakni PDI-P, Nasdem, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), menyatakan menolak. Sementara itu, Partai Gerindra belum memutuskan sikap.
Polemik itu muncul setelah sejumlah ketua partai politik melontarkan wacana itu secara berdekatan. Mereka adalah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Baca juga: Soal Wacana Penundaan Pemilu, Pengamat Nilai Ada Pihak yang Ingin Lestarikan Jokowi
Muhaimin beralasan menurut analisis big data perbincangan di media sosial, dari 100 juta subjek akun, 60 persen di antaranya mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.
Sedangkan Airlangga beralasan menerima aspirasi dari kalangan petani di Kabupaten Siak, Riau, terkait wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
Kemudian Zulkifli mengatakan, ada sejumlah alasan yang membuat PAN mendukung penundaan pemilu. Yakni mulai dari situasi pandemi, kondisi ekonomi yang belum stabil, hingga anggaran pemilu yang membengkak.
Bawono berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera memberikan pernyataan tegas dan bersikap tetap berpegang kepada Undang-Undang Dasar 1945 menanggapi wacana itu. Menurut dia hal itu penting untuk dilakukan supaya masyarakat tidak mencurigai isu itu dilontarkan oleh kelompok-kelompok yang berada di lingkaran kekuasaan demi melanggengkan kepentingan mereka.
Pada 15 Maret 2021 lalu, Jokowi pernah menyatakan menolak wacana perpanjangan masa jabatan hingga 3 periode. Menurut dia, sikap itu tidak akan pernah berubah karena sesuai dengan UUD 1945 yang menyatakan masa jabatan presiden dibatasi sebanyak dua periode.
Baca juga: Isu Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, Siapa Berkepentingan?
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai, penundaan pemilu tidak memiliki dasar hukum yang diatur Konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945. Yusril menjelaskan, Pasal 22E UUD 1945 secara imperatif menyatakan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, serta DPRD dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
Selain itu, lanjut Yusril, penundaan pemilu akan menyebabkan timbulnya pemerintahan yang ilegal. Sebab, dilakukan oleh penyelenggara negara yang tidak memiliki dasar hukum. Adapun penyelenggara negara yang dimaksud Yusril adalah mereka yang seharusnya dipilih oleh rakyat setiap lima tahun sekali dalam pemilu.
Pakar hukum tata negara Denny Indrayana menyatakan, wacana penundaan Pemilu 2024 merupakan bentuk pelecehan terhadap konstitusi.
Dalam teori ketatanegaraan, ia menjelaskan, pelanggaran atas konstitusi hanya dimungkinkan dalam situasi sangat darurat, tetapi alasannya harus jelas untuk penyelamatan negara dan melindungi seluruh rakyat.
Baca juga: Soal Wacana Penundaan Pemilu 2024, Prabowo Hormati Konstitusi
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu menyebutkan, hal itu bisa diukur dari dampak tindakan pelanggaran konstitusi semata-mata demi menyelamatkan negara. Indikator lainnya adalah tetap adanya pembatasan kekuasaan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia sebagai pilar utama dari prinsip konstitusionalisme.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.