JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto mengatakan wacana penundaan pemilu telah dilakukan cukup luas.
Hal itu disampaikan Wijayanto dalam diskusi virtual bertajuk Menunda Pemilu, Membajak Demokrasi, Selasa (1/3/2022).
“Jadi sepertinya cukup, cukup luas (wacana penundaan pemilu) karena (disebarkan) orang-orang yang punya konstituen. Apalagi ketua partai, tidak hanya punya konstituen tapi juga kursi di parlemen,” sebut Wijayanto.
Ia memaparkan, wacana penundaan pemilu kali ini muncul dari tiga ketua umum partai politik (parpol).
Baca juga: KPU Diharapkan Pakai Sirekap untuk Rekapitulasi Pemilu
Pertama, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto.
Kemudian wacana ini juga disebut masuk akal oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf.
Namun wacana ini bukan kali pertama terjadi. Wijayanto mengungkapkan setidaknya wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden sudah terjadi sejak 13 Oktober 2019.
“Wacana memperpanjang kekuasaan sudah ada 13 Oktober 2019, saat itu Surya Paloh bertemu Prabowo menyepakati adanya amandemen UUD 1945 salah satunya adalah wacana (perpanjangan jabatan) presiden 3 periode,” jelas dia.
Berdasarkan catatan LP3ES, lanjut Wijayanto, wacana itu juga muncul di sejak awal 2021.
Baca juga: Parpol Pengusul Wacana Penundaan Pemilu Dinilai Tak Punya Kader Mumpuni Untuk 2024
“Wacana ini sudah ada sejak lama. Tahun 2019, lalu Maret 2021, Juni 2021 dan September 2021 maret 2021,” imbuhnya.
Wacana soal penundaan pemilu 2024 menimbulkan pro dan kontra.
Berbagai pihak menilai wacana ini tidak sesuai dengan konstitusi yang mengatur pemilu dilakukan setiap lima tahun sekali.
Bahkan wacana itu pun ditolak oleh PDI Perjuangan.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan pihaknya tetap akan patuh pada konstitusi. Penundaan pemilu dinilainya hanya akan mengganggu stabilitas politik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.