Ia menegaskan, aturan tersebut merugikan buruh, utamanya jika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ia mengaku heran dengan diterbitkannya aturan tersebut. Pasalnya, uang JHT adalah tabungan pekerja sendiri.
Baca juga: Tolak Permenaker 2/2022, KSPI: Ini Menteri Pengusaha atau Menteri Tenaga Kerja
Maka, penarikan JHT bisa menjadi bekal bagi buruh untuk bertahan hidup jika terkena PHK. Oleh karenanya, ia tak habis pikir jika pencairan JHT tak bisa dilakukan segera ketika pekerja terkena PHK.
"PHK masih tinggi. Ketika ter-PHK, andalan para buruh adalah tabungan buruh sendiri yang kita kenal dengan JHT. JHT ini pegangan buruh kalau ter-PHK. Kalau JHT tidak bisa diambil karena harus menunggu usia pensiun, lalu makan apa?" ujarnya.
Dari politisi, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Putih Sari meminta pemerintah mengkaji ulang Permenaker 2/2022.
Terkhusus, pengkajian perlu dilakukan pada Pasal 3 yang berisikan pembayaran manfaat JHT baru bisa diberikan pada saat mencapai usia 56 tahun.
"Memang realitasnya banyak pekerja yang setelah terkena PHK memanfaatkan pencairan dana JHT tersebut untuk bertahan hidup. Sedangkan usianya belum mencapai 56 tahun," kata Putih dalam keterangannya, Sabtu (12/2/2022).
"Untuk itu baiknya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dikaji kembali dan sebelum diberlakukan, ada sosialisasi yang jelas ke masyarakat," tambah dia.
Baca juga: Politikus Gerindra Minta Permenaker 2/2022 Dikaji Kembali
Pencairan JHT menurutnya sangat diperlukan karena banyak pekerja yang setelah terkena PHK, harus menganggur dalam jangka waktu yang tidak menentu.
Di sisi lain, Putih juga berpandangan Permenaker itu tidak tepat diterapkan di Indonesia karena belum menjadi negara maju.
Aturan tersebut bakal cocok diterapkan di negara yang sudah maju karena rata-rata pekerjanya telah mendapat tunjangan dari negara.
Urung dibicarakan di Komisi IX DPR
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, Permenaker 2/2022 belum dibicarakan secara khusus di mitra kerja Kemenaker maupun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yaitu Komisi IX DPR.
Ia mengaku, hingga kini Komisi IX belum mendapatkan informasi atau penjelasan dari Kemenaker terkait Permenaker 2/2022 itu.