Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Kritik Permenaker soal JHT Baru Bisa Cair Saat Usia 56 Tahun

Kompas.com - 14/02/2022, 07:37 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meneken Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

Peraturan kali ini dikritik karena salah satu pasalnya, yaitu pasal 3 berbunyi "Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada Peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun,".

Ida meneken aturan tersebut pada 2 Februari 2022, dan diundangkan pada 4 Februari 2022. Aturan tersebut mencabut Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat JHT.

Permenaker tersebut menjadi polemik karena penetapan batas usia pekerja untuk mencairkan JHT.

Pejabat sementara Deputi Direktur Bidang Hhubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BP Jamsostek Dian Agung Senoaji mengatakan, keputusan tersebut sudah sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2004.

Mekanisme pencairannya, peserta memang masih bisa melakukan pencairan sebagian saldo JHT sebesar 30 persen. Hal ini untuk keperluan kepemilikan rumah atau 10 persen untuk keperluan lain dengan ketentuan minimal kepesertaan 10 tahun.

Namun, untuk pencairan saldo JHT secara penuh, hanya dapat dilakukan saat peserta mencapai usia 56 tahun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

Kejam dan sadis

Dianggap merugikan pekerja, Permenaker tersebut lantas dikritik para serikat pekerja atau buruh.

Aktivis buruh Mirah Sumirat mengatakan, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 itu adalah peraturan yang sadis dan sangat merugikan buruh atau kaum pekerja.

"Permenaker ini bikin gaduh. Isinya sadis dan sangat kejam. Tidak ada alasan Kemenaker atau BPJS Ketenagakerjaan menahan uang para buruh," ujar Mirah saat dihubungi Kompas.com, Minggu (13/2/2022).

Baca juga: ASPEK Sebut Permenaker 2/2022 Aturan Kejam dan Sadis

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) ini menilai, negara tidak punya kepentingan untuk menahan JHT yang baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun.

Ia mengingatkan bahwa JHT merupakan iuran bersama pekerja dan pemberi kerja yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Dengan demikian, ASPEK juga menolak keras terbitnya Permenaker itu dan menilai pemerintah tidak peka terhadap perekonomian para tenaga kerja, terkhusus di tengah pandemi.

Pertanyakan keberpihakan

Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal juga menolak keras Permenaker Nomor 2/2022 tersebut.

Ia menegaskan, aturan tersebut merugikan buruh, utamanya jika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).

Presiden KSPI, Said Iqbal usai konfrensi pers mengenai penolakan omnibus law, di Jakarta, Sabtu (28/12/2019).KOMPAS.com/ADE MIRANTI KARUNIA SARI Presiden KSPI, Said Iqbal usai konfrensi pers mengenai penolakan omnibus law, di Jakarta, Sabtu (28/12/2019).
"Peraturan Menaker ini ditolak keras oleh KSPI dan buruh Indoneisa. Terkesan bagi kami ini menteri pengusaha atau menteri tenaga kerja?" kata Said dalam keterangan persnya yang disampaikan lewat video, dikutip Kompas.com, Minggu.

Ia mengaku heran dengan diterbitkannya aturan tersebut. Pasalnya, uang JHT adalah tabungan pekerja sendiri.

Baca juga: Tolak Permenaker 2/2022, KSPI: Ini Menteri Pengusaha atau Menteri Tenaga Kerja

Maka, penarikan JHT bisa menjadi bekal bagi buruh untuk bertahan hidup jika terkena PHK. Oleh karenanya, ia tak habis pikir jika pencairan JHT tak bisa dilakukan segera ketika pekerja terkena PHK.

"PHK masih tinggi. Ketika ter-PHK, andalan para buruh adalah tabungan buruh sendiri yang kita kenal dengan JHT. JHT ini pegangan buruh kalau ter-PHK. Kalau JHT tidak bisa diambil karena harus menunggu usia pensiun, lalu makan apa?" ujarnya.

Kaji lagi

Dari politisi, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Putih Sari meminta pemerintah mengkaji ulang Permenaker 2/2022.

Terkhusus, pengkajian perlu dilakukan pada Pasal 3 yang berisikan pembayaran manfaat JHT baru bisa diberikan pada saat mencapai usia 56 tahun.

"Memang realitasnya banyak pekerja yang setelah terkena PHK memanfaatkan pencairan dana JHT tersebut untuk bertahan hidup. Sedangkan usianya belum mencapai 56 tahun," kata Putih dalam keterangannya, Sabtu (12/2/2022).

"Untuk itu baiknya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dikaji kembali dan sebelum diberlakukan, ada sosialisasi yang jelas ke masyarakat," tambah dia.

Baca juga: Politikus Gerindra Minta Permenaker 2/2022 Dikaji Kembali

Pencairan JHT menurutnya sangat diperlukan karena banyak pekerja yang setelah terkena PHK, harus menganggur dalam jangka waktu yang tidak menentu.

Di sisi lain, Putih juga berpandangan Permenaker itu tidak tepat diterapkan di Indonesia karena belum menjadi negara maju.

Aturan tersebut bakal cocok diterapkan di negara yang sudah maju karena rata-rata pekerjanya telah mendapat tunjangan dari negara.

Urung dibicarakan di Komisi IX DPR

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan,  Permenaker 2/2022 belum dibicarakan secara khusus di mitra kerja Kemenaker maupun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yaitu Komisi IX DPR.

Ia mengaku, hingga kini Komisi IX belum mendapatkan informasi atau penjelasan dari Kemenaker terkait Permenaker 2/2022 itu.

"Saya terus terang belum mendapat keterangan yang jelas dan lengkap terkait permenaker Nomor 2/2020. Dalam rapat-rapat dengan Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan, perubahan tentang mekanisme penarikan JHT tidak dibicarakan secara khusus," kata Saleh kepada Kompas.com, Sabtu (12/2/2022).

Oleh karenanya, anggota Komisi IX itu meminta pemerintah membicarakan secara khusus Permenaker tersebut dengan DPR.

"Mestinya, rencana terkait penetapan kebijakan ini sudah disounding dulu ke DPR. Mulai dari payung hukumnya, manfaatnya bagi pekerja, sampai pada keberlangsungan program JHT ke depan," jelasnya.

Baca juga: Desak Permenaker JHT Dicabut, PKS: Memperburuk Situasi Pekerja yang Tak Punya Perlindungan Finansial

Dia juga mengkritik aturan yang telah diterbitkan itu justru mendapat banyak penolakan dari asosiasi dan serikat pekerja.

Ia meminta pemerintah agar memastikan Permenaker 2/2022 tidak merugikan para pekerja. Sebab, dikhawatirkan ramainya penolakan bakal menyebabkan tidak efektifnya kebijakan Permenaker.

"Para pekerja kelihatannya merasa sering ditinggalkan. Ada banyak kebijakan pemerintah yang seakan diputus secara sepihak. Mulai dari UU Ciptaker sampai pada persoalan upah minum. Hari ini, ada pula persoalan JHT yang hanya bisa ditarik setelah 56 tahun," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com