Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Namaku Bento, Ayahku Pegawai Pajak, Hartaku Berlimpah

Kompas.com - 05/02/2022, 06:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namaku Farsha rumah real estate
Mobilku banyak harta berlimpah
Orang memanggilku anak pegawai pajak
Tim Pemeriksa Pajak, pajak atas segalanya

Asyik!

Wajahku ganteng banyak simpanan
Sekali lirik oke sajalah
Bisnis papaku menjagal, jagal apa saja
Yang penting aku senang, papaku menang
Persetan orang susah karena papaku
Yang penting asyik
Sekali lagi

Asyik!

Lirik lagu “Bento” karya Iwan Fals ini sengaja saya modifikasi untuk mencerna “kelakuan” putra pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Wawan Ridwan yang bernama Muhammad Farsha Kautsar.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga antara Wawan dan putranya yang bernama Farsha ini “kongkalingkong” melakukan tindak pidana pencucian uang dari serangkaian pemeriksaan wajib pajak kelas “kakap” (Kompas.com, 26/01/2022).

Tersangka suap pajak Wawan Ridwan berjalan meninggalkan Gedung Merah Putih KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (29/11/2021). Wawan yang merupakan eks Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi dan Penilaian Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara (Sulselbartra) tersebut diperiksa terkait kasus suap pajak dan penerimaan gratifikasi di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.




ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA Tersangka suap pajak Wawan Ridwan berjalan meninggalkan Gedung Merah Putih KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (29/11/2021). Wawan yang merupakan eks Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi dan Penilaian Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara (Sulselbartra) tersebut diperiksa terkait kasus suap pajak dan penerimaan gratifikasi di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.

Wawan yang dicokok KPK saat menjabat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bantaeng, Sulawesi Selatan, ditelisik KPK karena menerima suap dan gratifikasi saat menjabat Kepala Bidang Pendaftaran Ekstensifikasi dan Penilaian Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulsebatra.

Dana yang mengalir ke Wawan, diantaranya dimuarakan lagi ke Farsha.

Tidak tanggung-tanggung, modus yang digunakan duet “maut” bapak dan anak ini adalah membelanjakan barang-barang mewah dan tanah serta mengalirkan uang suap ke berbagai pihak.

Jam tangan seharga Rp 888.830.000,- dibelanjakan dari rekening Farsha. Dua mobil, salah satunya Mercedes Benz C300 Coupe tandas dibeli dengan mahar Rp 1,379 miliar.

KPK tidak habis pikir dan kita pun yang membaca ini juga kehilangan nalar, status Farsha yang masih mahasiswa dan belum memiliki pendapatan dari hasil usaha sendiri tetapi sudah hidup bak “Bento” dalam lirik lagu yang disenandungkan Iwan Fals tersebut.

Dalam pandangan jaksa KPK, sangat muskil Farsha bisa melakukan pembelian tersebut tanpa aliran uang dari ayahnya.

Yang lebih “ambyar” lagi, Farsha pernah mentransfer dana sebanyak 21 kali ke teman dekatnya yang mantan pramugari Garuda Indonesia, Siwi Widi Purwanti. Total dana yang dikucurkan sebesar Rp 647 juta.

Teman-teman Farsha lainnya juga dapat “durian” rontok. Adinda Rana Fauziah mendapat Rp 39.186.927,-. Bimo Edwinanto memperoleh Rp 296 juta. Sedangkan Dian Nurcahyo Purnomo menerima Rp 509.180.000,-

Sebelum kasus duet Wawan dan Farsha terkuak, nama Siwi Widi Purwanti sempat heboh karena pernah dituding akun @digeembok sebagai “simpanan” petinggi Garuda. Siwi sendiri membantah tudingan negatif itu.

Modus “Pat Gulipat” pegawai pajak

Permainan “pat gulipat” yang kerap dilakukan oknum pegawai Direktorat Jenderal Pajak adalah mengurangi kewajiban pembayaran pajak dari perusahaan-perusahaan kelas kakap.

Tentu tidak gratis, tetapi ada kewajiban bayar “setoran” kepada mafia pajak.

Tagihan pajak yang besar, tinggal dikompromikan sehingga pembayar pajak mendapat “keringanan” dan petugas pajak mendapat “keriangan” berupa gratifikasi.

Putusan majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta beberapa hari yang lalu (Jumat, 4/2/2022), menguraikan pola kerja sama “penggarongan” uang pendapatan negara dari mantan pejabat Direktoral Jenderal Pajak Angin Prayitno dan Dadan Ramdani yang dibantu dengan “sigap” dan “cekatan” oleh Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar dan Febrian selalu tim pemeriksa pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan (Detik.com, 4 Februari 2022).

Rekayasa pajak yang dimainkan tim “alap-alap” ini mencapai Rp 55 miliar dari hasil “pat gulipat” suap pajak PT Gunung Madu Plantations, PT Bank Panin serta PT Jhonlin Baratama.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com