Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Sidang MK, Ahli dari Presiden Dorong Penelitian Efektivitas Ganja untuk Keperluan Medis

Kompas.com - 20/01/2022, 16:57 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang permohonan uji materiil terhadap Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terkait penggunaan narkotika golongan 1 dalam hal ini ganja untuk kepentingan kesehatan.

Sidang berlangsung pada Kamis (20/1/2022) siang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli Presiden.

Salah satu ahli yang memberikan keterangan adalah Guru Besar Farmakologi Universitas Indonesia, Rianto Setiabudy.

Rianto mengambil sikap kontra dengan para pemohon, namun mendorong agar penelitian terhadap manfaat narkotika golongan 1 untuk obat, wabilkhusus ganja, agar dilakukan.

"Untuk mencari jawaban yang benar mengenai adanya efektivitas suatu obat, ialah melakukan penelitian dengan kaidah ilmiah yang baik. Karena itu saya amat setuju pintu penelitian harus dibuka untuk narkotika golongan 1," kata Rianto.

Baca juga: Di Sidang MK, Ahli Presiden Tak Setuju Ganja untuk Obat: Lebih Baik Kita Konservatif

"Semua penelitian, baik dari dalam maupun luar negeri, harus kita terima sepanjang memenuhi syarat dan bebas dari bias," tambahnya.

Menurut Rianto, penelitian ini penting agar data-data yang terpublikasi soal potensi manfaat ganja sebagai obat, bukan merupakan testimoni-testimoni belaka dari pasien.

"Testimoni tidak termasuk cara pembuktian efektifitas yang sahih karena mudah terjadi bias di situ," ucapnya.

Rianto mengaku belum sependapat dengan hasil-hasil penelitian yang menunjukkan manfaat ganja untuk keperluan medis.

Masih ada beberapa kelemahan dalam studi-studi tersebut, menurutnya, sehingga belum ada data yang cukup adekuat untuk dijadikan dasar penggunaan ganja sebagai obat.

Baca juga: Ahli dari Presiden: Ganja Belum Perlu Dipakai untuk Medis, Banyak Obat Lain yang Aman dan Efektif

"Saya hargai berbagai argumentasi (pakar) yang dikemukakan pemohon, (baik dari) Inggris, Korea, dan sebagainya, namun argumentasi para pakar ini terasa kurang berimbang karena hampir semuanya hanya menekankan segi positif kanabis (ganja)," jelas Rianto.

"Bahaya potensial dampak negatif dan keagagalan pengobatannya hampir tidak dibahas, sehingga hampir tidak membentuk opini yang objektif," lanjutnya.

Ia memberi contoh, bahan herbal selama ini banyak digunakan secara tradisional untuk kepentingan kesehatan.

Akan tetapi, ketika berbicara obat yang diproduksi massal, maka perlu ada penelitian yang serius dan presisi.

"Ketika diekstraksi dan digunakan sebagai obat modern, bisa timbul berbagai pertanyaan. Dalam hal kanabis, misalnya, bagaimana strandarisasi produknya? Apakah kanabis yang tumbuh di berbagai daerah menghasilkan jumlah zat aktif yang sama?" ungkap Rianto.

Baca juga: Bareskrim Musnahkan 244 Kg Sabu hingga 13,8 Kg Ganja, Sitaan dari 8 Kasus

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com