Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Catat 6.500 Lebih Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak Sepanjang 2021

Kompas.com - 19/01/2022, 18:55 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat belasan ribu kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan sepanjang tahun 2021.

"Sepanjang 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan di mana 15,2 persennya adalah kekerasan seksual," kata Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam jumpa pers virtual pada Rabu (19/1/2022).

Dalam kasus kekerasan terhadap anak, trennya lebih memprihatinkan, karena kasus kekerasan seksual mengambil porsi yang besar.

"Pada kasus kekerasan terhadap anak, 45,1 persen kasus dari 14.517 kasus kekerasan terhadap anak merupakan kasus kekerasan seksual," ujarnya.

Baca juga: Penetapan RUU TPKS Inisiatif DPR Bak Angin Segar Penuntasan Kekerasan Seksual Meski Ditolak PKS

Jumlah itu setara dengan sekitar 6.547 kasus kekerasan seksual terhadap anak terjadi selama tahun 2021.

Bintang menegaskan bahwa kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan fenomena gunung es.

Artinya, jumlah kasus yang sebetulnya terjadi bisa jadi lebih parah dibandingkan yang sudah diketahui saat ini.

"Permasalahan yang terjadi sebenarya lebih kompleks dan besar daripada permasalahan yang terlihat di permukaan," tambahnya.

Bintang mengeklaim bahwa jajarannya berkomitmen mengawal pembahasan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang saat ini bergulir di DPR hingga bisa disahkan dan memuat substansi yang dapat menjawab permasalahan saat ini.

Baca juga: Nasdem Buka Posko Pengaduan Kekerasan Seksual di 34 Kantor DPW di Seluruh Indonesia

Ia setuju dengan anggapan bahwa sistem hukum yang saat ini berlaku di Indonesia belum mampu secara sistematis dan menyeluruh untuk mencegah, melindungi, memulihkan, dan memberikan akses pemberdayaan bagi korban kekerasan seksual.

"Kalau kita lihat ditinjau dari aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis, RUU ini mendesak untuk segera disahkan. RUU ini sejalan dengan komitmen Indonesia meratifikasi atau mengundangkan CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women)," jelas Bintang.

Sebagai informasi, RUU TPKS yang dulu bernama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) juga sempat masuk prolegnas (program legislasi nasional) pada 2020 lalu, namun dikeluarkan oleh DPR.

Kala itu, pemerintah dan DPR pun dikritik karena pembahasan RUU PKS dianggap kurang melibatkan partisipasi publik.

Kini, RUU TPKS sudah disahkan sebagai RUU inisiatif DPR dan masuk dalam prolegnas.

Baca juga: Unggahan Viral, Bocah Penyandang Autisme di Bekasi Jadi Korban Kekerasan Seksual, Pelaku Ditangkap

Publik menanti surat presiden (surpres) resmi dari Presiden Joko Widodo, termasuk dalam hal kementerian mana yang akan menjadi leading sector untuk membahas RUU TPKS sebagai perwakilan pemerintah.

Meskipun belum tentu kementeriannya ditunjuk sebagai leading sector, Bintang mengaku sudah meminta jajarannya di Kementerian PPPA untuk menyisir draf RUU TPKS dan menginventarisasi daftar isian masalah (DIM).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com