Politikus PDI-P itu pun menekankan agar pembahasan RUU TPKS kelak dilakukan secara hati-hati dan tidak menabrak mekanisme yang ada sehingga tidak dinilai cacat hukum apabila diuji di Mahkamah Konstitusi.
"Jangan karena ada suatu proses yang kita lewati kemudian ini akhirnya balik lagi ke nol, di-judicial review. Tadi ibu profesor mengatakan seperti itu, di-judicial review kemudian ulang lagi. Kita harus ulang lagi karena cacat hukum," kata Puan.
Puan mengaku, dia mengetahui ada sejumlah pihak yang mengkritik DPR karena tidak segera mengesahkan RUU TPKS. Namun, Puan menegaskan, sebuah UU harus dibuat sesuai mekanisme yang berlaku dan tidak bisa diterobos begitu saja.
Baca juga: Cerita Mahfud MD Ada Dirjen Mundur karena Dimintai Setoran Rp 40 Miliar oleh Menteri
"Karena kalau kita terobos-terobos tidak sesuai dengan mekanismenya, akhirnya semangat, energi kita yang nantinya akan terkuras, itu kemudian engggak akan menghasilkan suatu undang-undang yang tidak cacat hukum," ujar Puan.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pada Kamis (13/1/2022) ini, pimpinan dan Badan Musyawarah DPR akan menggelar rapat untuk menetapkan alat kelengkapan dewan (AKD) yang akan membahas RUU TPKS.
Baca juga: Draf RUU TPKS: Bantu hingga Sembunyikan Pelaku Kekerasan Seksual Dipidana 5 Tahun Penjara
Politikus Gerindra itu belum bisa memastikan AKD mana yang akan ditunjuk untuk membahas RUU TPKS, tetapi ia berharap RUU TPKS dapat segera dibahas dan disahkan menjadi undang-undang.
"Nanti kita lihat besok, mana yang cepat saja lah. Mana yang cepat dan cermat karena ini udah tuntutan masyarakat," kata Dasco.
Dalam dialog bersama Puan, sejumlah aktivis perempuan dari berbagai lembaga menyampaikan dukungan dan masukan agar RUU TPKS dapat segera disahkan.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menilai, RUU TPKS sangat urgen berkaca dari meningkatnya kasus kekerasan seskual terhadap perempuan.
"Sampai 2019, dari data yang masuk ke Komnas Perempuan sekurang-kurangnya itu setiap 2 jam ada 3 korban perempuan di Indonesia yang menjadi korban kekerasan seksual. Itu yang terlapor, karena kita tahu lebih banyak lagi perempuan yang tidak melaporkan kasusnya," kata Andy.
Baca juga: Begini Hak-hak Korban Kekerasan Seksual yang Diatur dalam Draf RUU TPKS
Andy menyebutkan, dari data yang diperoleh Komnas Perempuan, hanya 30 persen yang bisa diproses hukum, sedangkan masih ada beberapa jenis kekerasan seksual lainnya yang tidak dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Ia melanjutkan, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan juga semakin kompleks karena pelaku kekerasan seksual bukan saja orang tak dikenal, tetapi juga orang-orang terdekat dari korban.