JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mendorong agar rancangan undang-undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana segera ditetapkan sebagai undang-undang. Ia ingin penyusunan RUU tersebut rampung pada tahun depan.
"Pemerintah terus mendorong segera ditetapkannya Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana. Ini juga penting sekali akan terus kita dorong dan kita harapkan tahun depan Insya Allah ini juga akan bisa selesai," kata Jokowi saat memberikan sambutan dalam Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/12/2021).
Menurut Jokowi, UU Perampasan Aset Tindak Pidana sangat penting untuk menciptakan penegakan hukum yang adil, transparan, dan akuntabel.
Dalam penindakan kasus korupsi, kata dia, asset recovery atau pemulihan aset dan peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) harus diutamakan.
Hal ini penting untuk menyelamatkan dan memulihkan keuangan negara, serta memitigasi pencegahan korupsi sejak dini.
"Saya mengapresiasi capaian asset recovery dan peningkatan PNBP kita di semester pertama tahun 2021 misalnya, Kejaksaan Agung berhasil mengembalikan kerugian negara dari penanganan kasus korupsi sekitar Rp 15 triliun," ucap Jokowi.
Bersamaan dengan itu, Jokowi mendorong KPK dan Kejaksaan Agung agar semaksimal mungkin menerapkan dakwaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Hal ini untuk memastikan sanksi pidana diberlakukan secara tegas, dan yang terpenting untuk memulihkan kerugian keuangan negara.
Jokowi mengatakan, upaya penindakan tindak pidana korupsi harus dilakukan secara tegas dan tidak pandang bulu.
Upaya itu bukan hanya untuk memberikan efek jera dan menakutkan (detterence effect) kepada pelaku, tetapi juga untuk menyelamatkan uang dan mengembalikan kerugian negara.
Baca juga: Anggota DPR Nilai UU Perampasan Aset Penting sebagai Bagian Penataan Hukum
Menurut Jokowi, korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime yang mempunyai dampak luar biasa. Oleh karenanya, penanganannya harus dilakukan secara luar biasa pula.
"Masyarakat menunggu hasil nyata dari pemberantasan korupsi yang langsung dirasakan oleh rakyat melalui terwujudnya pelayanan publik yang lebih mudah dan terjangkau, pembukaan lapangan kerja baru yang lebih bertambah dan berlimpah, serta harga kebutuhan pokok yang lebih murah," kata dia.
Direktur Hukum Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Fithriadi Muslim mengatakan, pihaknya sudah memperjuangkan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Namun, kata dia, RUU Perampasan Aset tak pernah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas di DPR RI, termasuk di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Hanya masuk long list, ini saja enggak cukup, yang penting itu masuk (Prolegnas) prioritas sehingga dibahas pada tahun itu, nah itu kita selalu mengalami kegagalan," kata Fithriadi dalam diskusi secara daring, Kamis (25/11/2021).
Baca juga: PPATK: RUU Perampasan Aset Selalu Gagal Masuk Prolegnas Prioritas
Fithriadi mengatakan, RUU Perampasan Aset perlu segera disahkan mengingat modus pencucian uang saat ini semakin canggih. Ia mencontohkan, salah satu kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat Murtala Ilyas.
Diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR sebelumnya juga tak menyepakati RUU Perampasan Aset masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021.
Hal tersebut menjadi keputusan rapat Baleg bersama Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) pada Rabu (15/9/2021).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.