Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekecewaan dan Kritik Setelah RUU Perampasan Aset Tindak Pidana Tak Masuk Prolegnas Prioritas

Kompas.com - 18/09/2021, 07:12 WIB
Ardito Ramadhan,
Ivany Atina Arbi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Tidak masuknya Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset dengan Tindak Pidana dalam revisi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2021 mengundang rasa kecewa dan kritik dari sejumlah pihak.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae mengaku kecewa karena pihaknya selama ini terus mendorong agar RUU tersebut masuk Prolegnas Prioritas.

Ia mengatakan, RUU Perampasan Aset merupakan hal yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat luas karena dapat mengatasi berbagai permasalahan dan kekosongan hukum terkait penanganan hasil tindak pidana yang dirasa tidak optimal.

"Selain itu, diharapkan RUU ini juga dapat menyelamatkan aset negara dari para pelaku kejahatan khususnya para koruptor melalui kebijakan unexplained wealth atau kebijakan yang dapat merampas aset-aset yang tidak dapat dibuktikan berasal dari sumber yang sah," kata Dian, Jumat (17/9/2021).

Dian melanjutkan, RUU Perampasan Aset Tindak pidana juga urgen untuk mengatasi berbagai permasalahan ekonomi bayangan yang bersifat sistemik melalui perampasan aset dengan pendekatan non-conviction based.

Baca juga: Tak Masuk Prolegnas, RUU Perampasan Aset Batal Jadi Solusi untuk Buat Jera Koruptor

Pendekatan itu, Dian menjelaskan, akan lebih berfokus pada pembuktian atas hak aset daripada kesalahan pelaku kejahatan.

RUU Perampasan Aset, kata Dian, juga akan membuktikan komitmen Indonesia kepada dunia mengenai penerapan United Nations Convention against Corruption (UNCAC) yang menyatakan pendekatan non-conviction based adalah salah satu upaya mendisrupsi terjadinya tindak pidana korupsi.

Di sisi lain, Dian dapat memahami bahwa pemerintah dan DPR hanya memiliki waktu efektif yang tersisa sekitar 2,5 bulan untuk menyelesaikan pembahasan RUU tersebut.

"Waktu ini terlalu singkat. Karena itu, keputusan dalam rapat Baleg DPR yang berkomitmen akan memasukkan RUU tersebut dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2022 sedikit mengurangi kekecewaan kami," ujar dia.

Ia pun tetap mewanti-wanti DPR dan pemerintah agar serius mendorong masuknya RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dalam Prolegnas Prioritas selanjutnya karena Komisi III DPR pun telah memberi dukungan atas percepatan penetapan RUU tersebut.

Baca juga: Kecewa RUU Perampasan Aset Tak Masuk Prolegnas Prioritas, PPATK Ingatkan Komitmen DPR-Pemerintah

Efek Jera

Sementara itu, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman meyakini, jika RUU Perampasan Aset Tindak Pidana disahkan maka akan memberi efek jera kepada para pelaku korupsi.

"Percuma orang melakukan korupsi kalau akhirnya disita negara, percuma orang melakukan korupsi untuk diri sendiri tetapi tidak berhasil (karena dirampas negara)," ucapnya.

Zaenur menjelaskan, RUU ini memungkinkan negara melakukan penyitaan aset tanpa menunggu pembuktian pidana.

RUU tersebut, kata Zaenur, memiliki prinsip unexplained wealth, dengan demikian negara dapat merampas aset-aset yang tidak dapat dibuktikan berasal dari sumber yang sah.

"Kalau ada pejabat negara punya kekayaan sangat besar yang tidak bisa dijelaskan asal-usulnya dengan pembuktian terbalik, maka kekayaan tersebut dapat dirampas oleh negara," ujar dia.

Baca juga: PPATK Kecewa RUU Perampasan Aset Tindak Pidana Tak Masuk Revisi Prolegnas Prioritas 2021

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Nasional
Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Nasional
Menteri KP: Lahan 'Idle' 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Menteri KP: Lahan "Idle" 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Nasional
Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Nasional
Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Nasional
Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Nasional
Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektar Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektar Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Nasional
Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com