JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Hukum Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Fithriadi Muslim mengatakan, pihaknya sudah memperjuangkan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)..
Namun, kata dia, RUU Perampasan Aset tak pernah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas di DPR RI, termasuk di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Hanya masuk long list, ini saja enggak cukup, yang penting itu masuk (Prolegnas) prioritas sehingga dibahas pada tahun itu, nah itu kita selalu mengalami kegagalan," kata Fithriadi dalam diskusi secara daring, Kamis (25/11/2021).
Fithriadi mengatakan, RUU Perampasan Aset perlu segera disahkan mengingat modus pencucian uang saat ini semakin canggih.
Ia mencontohkan, salah satu kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat Murtala Ilyas.
Dalam putusan pengadilan, Mahkamah Agung (MA) memvonis Murtala 8 tahun penjara, namun aset yang dimilikinya dikembalikan.
Baca juga: Calon Hakim Agung Nilai RUU Perampasan Aset Penting bagi Hakim dan Pelaku Korupsi
"Artinya kalau asetnya tidak diburu juga, tidak dirampas, ini tidak menimbulkan efek jera, apalagi perkembangannya yang terjadi upaya pencucian uang di kita memakai berbagai macam pihak dengan skema bermacam-macam sehingga terkesan tidak ada hubungan aset dengan kejahatan yang dilakukan," ujarnya.
Berdasarkan hal tersebut, Fithriadi menekankan, pentingnya regulasi terkait perampasan aset tersebut, di mana dalam mengungkapkan riwayat aset juga membutuhkan waktu yang lama.
"Sehingga nanti dapat dijelaskan aset-aset apa saja yang bisa diajukan pernapasan namun yang terpenting mekanisme perampasannya," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.