Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Putuskan KY Tetap Bisa Usulkan Calon Hakim Ad Hoc untuk Mahkamah Agung

Kompas.com - 24/11/2021, 19:18 WIB
Sania Mashabi,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial (KY).

Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring, Rabu (24/11/2021).

"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar.

Adapun alasan dari ditolaknya uji materi tersebut karena MK menilai seluruh dalil pemohon terkait Pasal 13 huruf a yang mengatur kewenangan KY dalam mengusulkan pengangkatan calon hakim ad hoc di Mahkakamah Agung (MA) tidak beralasan menurut hukum.

Baca juga: KY Kembali Buka Pendaftaran Calon Hakim Agung dan Hakim Adhoc Tipikor Tahun 2021

Selengkapnya, pasal tersebut berbunyi, "Komisi Yudisial mempunyai wewenang: a. mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan".

Menurut pemohon yakni seorang dosen bernama Buhanudin, frasa "dan hakim ad hoc" pada pasal itu bertentangan dengan UUD 1945.

Sebab, sebagaimana bunyi Pasal 24B Ayat (1) konstitusi, kewenangan limitatif KY hanya mengusulkan pengangkatan hakim agung, bukan hakim ad hoc.

Dengan adanya Pasal 13 huruf a, KY akhirnya melakukan seleksi hakim ad hoc seperti halnya seleksi hakim agung.

Baca juga: Hakim Pernah Kena Sanksi Boleh Daftar Seleksi Calon Hakim Agung dan Hakim Adhoc Tipikor, tetapi…

Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang menjelaskan, seleksi hakim ad hoc di MA oleh KY harus dilaksanakan secara profesional dan objektif.

Menurut Mahkamah, sampai sejauh ini proses seleksi yang menjadi kewenangan KY dalam menyeleksi hakim ad hoc di MA masih diperlukan dan sepanjang ada permintaan dari MA.

"Menimbang bahwa secara konstitusional Undang-Undang Dasar 1945 telah menentukan desain pengisian Hakim Agung sebagai jabatan atau posisi hakim tertinggi di lingkungan Mahkamah Agung dilakukan oleh Komisi Yudisial," kata Saldi.

Baca juga: Ambil Foto-Audio-Video Harus Seizin Hakim, MA: Bukan untuk Batasi Transparansi

Ia melanjutkan, merujuk politik hukum pembentukan UU KY terutama dengan memosisikan hakim ad hoc merupakan hakim di MA, maka proses seleksi hakim ad hoc yang dilakukan KY masih dapat dibenarkan sesuai dengan Pasal 24 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.

Selain itu, tambah Saldi, proses seleksi yang dilakukan oleh lembaga independen dan didesain dengan konstitusi tidak bertentangan dengan hak pengakuan jaminan dan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum sebagaimana diuraikan di atas menurut mahkamah dalil-dalil pemohon adalah tidak berlasan menurut hukum untuk seluruhnya," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com