JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menilai tidak ada alasan rasional di balik dinaikannya usia minimal bagi seseorang yang ingin menjadi hakim konstitusi.
Menurut Zainal, meski hanya menjadi kebijakan hukum terbuka (open legal policy) hal itu tetap harus memiliki landasan rasional.
Hal itu ia katakan saat menjadi saksi ahli dalam sidang uji formil dan materiil UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang disiarkan secara daring di akun YouTube MK RI, Rabu (15/9/2021).
"Saya ingin mengatakan nyaris tidak ada alasan yang rasional di balik menaikan itu. Mari kita periksa alasan rasional itu," kata Zainal.
Menurut Zainal, jika dilihat alasan kenaikan usia tersebut karena kedewasaan, dalam berbagai jurnal psikologi diketahui tidak ada korelasi langsung antara jumlah usia dengan kedewasaan.
Baca juga: Ahli Sebut Pembentukan UU MK yang Baik Seharusnya Berbasis pada Kebutuhan MK
Ia mengatakan, tidak tertutup kemungkinan hakim yang usianya lebih tua lebih banyak akan bersikap kekanakan-kanakan.
"Sedangkan sebaliknya usia-usia muda sangat besar kemungkinannya untuk menunjukkan sikap sangat dewasa. Jadi nyaris tidak banyak rasionalitas yang bisa dibangun di situ," ujarnya.
Sementara apabila dilihat dari alasan dinaikkannya usia minimal tersebut agar hakim tidak lagi memiliki cita-cita politik juga dinilai Zainal tidak rasional.
Sebab, kata dia, jika nalar itu yang digunakan, seharusnya semua jabatan publik juga diatur pembatasan usianya.
"Jangankan Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial pun harusnya begitu. KPU harusnya juga begitu. Harus begitu kenapa, karena begitu ada preferensi politik dalam ketika dia terpilih maka kemudian dia akan menggunakan itu dalam proses kerja-kerjanya," tuturnya.
"Artinya logikanya adalah apakah dengan logika begitu, maka semua lembaga negara selain jabatan politik itu harus dinaikan ke usia yang sangat tua? Apakah begitu logikanya? Berarti kalau begitu, KPK juga jangan 50 harusnya 55 juga. Apakah dengan begitu apakah MA juga harusnya digeser lebih tinggi," lanjut dia.
Baca juga: Koalisi Selamatkan Konstitusi Minta Hakim Nyatakan UU MK Hasil Revisi Cacat Formil
Zainal menambahkan, usia tua juga tidak menjamin seorang hakim akan terhindar dari masalah yang berkaitan dengan politik atau hukum.
Ia pun mencontonkan mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar yang terkena kasus korupsi saat itu terpilih pada usia 55 tahun.
"Jadi maksud saya nyaris kita tidak punya alasan rasional untuk membatasi 55 dan kalaupun sampai ke 70," ucap Zainal.
Sebelumnya, Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi mengajukan permohonan uji materi dan formil terkait UU Nomo 7 Tahun 2020 tentang MK ke Mahkamah Konstitusi.