Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PeduliLindungi Dinilai Belum Sepenuhnya Lindungi Data Pribadi, Perlu Audit dan Pembenahan

Kompas.com - 05/09/2021, 14:15 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar menilai bahwa aplikasi PeduliLindungi yang dikembangkan pemerintah untuk penanganan Covid-19 belum sepenuhnya mampu melindungi data pribadi penggunanya.

Buktinya, baru-baru ini sertifikat vaksin milik Presiden Joko Widodo yang dimuat dalam aplikasi tersebut tersebar setelah NIK presiden beredar luas di dunia maya.

Peristiwa kebocoran serupa sangat mungkin terjadi pada penduduk lainnya.

"Kalau kita membaca kebijakan privasi aplikasi PeduliLindungi dan term of sevices, ketentuan dan sarana pelayanannya, itu boleh dikatakan belum sepenuhnya memenuhi prinsip-prinsip perlindungan data pribadi," kata Wahyudi kepada Kompas.com, Minggu (5/9/2021).

Baca juga: Kronologi dan Penyebab Sertifikat Vaksin Covid-19 Jokowi Bocor

Wahyudi mengatakan, peristiwa ini menandakan bahwa masih ada problem terkait autentikasi pengguna atau sistem keamanan aplikasi.

Proses autentikasi pada PeduliLindungi sendiri membutuhkan nomor induk kependudukan (NIK), nomor telepon, dan tanggal lahir pengguna.

Dengan adanya peristiwa kebocoran data ini, PeduliLindungi dinilai belum sepenuhnya mampu memastikan bahwa orang yang menggunakan suatu akun merupakan pemilik akun tersebut.

Persoalan lainnya yakni terkait dengan purposive limitation atau tujuan spesifik dan minimalisasi data dari penggunaan aplikasi PeduliLindungi.

Ia mencontohkan, ketika PeduliLindungi digunakan untuk mengetahui kerumunan orang dalam suatu tempat tertentu, data yang seharusnya diambil hanya yang terkait lokasi saja, tidak perlu meminta data hingga ke file manager atau media ponsel.

Baca juga: Darurat Keamanan Data Pribadi Setelah NIK dan Sertifikat Vaksin Jokowi Terpublikasi...

Tak hanya itu, Wahyudi mempertanyakan prinsip storage limitation atau batasan penyimpanan dalam PeduliLindungi.

Hal itu berkaitan dengan berapa lama data pengguna akan disimpan oleh pihak tertentu dan berapa lama data tersebut akan dihapus.

"Apakah ketika masuk ke pusat perbelanjaan dan kita sudah keluar apakah data kita sudah langsung dihapuskan atau kapan? Karena ketika data itu disimpan terus menerus tanpa adanya keterbatasan dalam penyimpanan potensi bocornya juga besar," ujar dia.

Menurut Wahyudi, disimpannya data pengguna pada pusat data nasional tak cukup menjamin keamanan aplikasi.

Sebab, sekalipun data disimpan di pusat data nasional, risiko kebocoran dan penyalahgunaan data tetap ada.

Oleh karena itu, dengan semakin masifnya penggunaan PeduliLindungi, Wahyudi mendorong dilakukannya audit ulang terhadap aplikasi tersebut.

Ia mengatakan, aplikasi PeduliLindungi seharusnya tunduk pada Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Berbasis Elektronik yang persyaratan teknisnya, termasuk diatur dalam Peraturan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Nomor 4 Tahun 2021.

"Jadi selain soal audit, ada perbaikan soal kebijakan privasi, memastikan kepatuhan pada prinsip-prinsip dan UU yang terkait dengan perlindungan data pribadi," kata Wahyudi.

"Sehingga publik itu lebih yakin ketika menggunakan aplikasi tersebut, tidak kemudian ada kekhawatiran tentang risiko-risiko, tidak hanya kebocoran tapi juga penyalahgunaan data yang lain," ucap dia.

Baca juga: Pakar: Data Jokowi Bocor Bukan karena Diretas, tapi Fitur PeduliLindungi Tak Aman

Dalam beberapa hari terakhir, keamanan data aplikasi PeduliLindungi menjadi sorotan publik.

Hal ini karena sertifikat vaksin Covid-19 milik Presiden Joko Widodo alias Jokowi beredar luas di dunia maya. 

Setelah ditelusuri, sertifikat vaksin milik Jokowi tersebut didapat usai warganet menemukan NIK Jokowi di internet.

Kemudian, untuk memastikan kebenarannya, warganet tersebut mencoba fitur "periksa sertifikat" di laman Pedulilindungi. Setelah itu, sertifikat vaksin keluar dan menyebar hingga menjadi viral.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com