Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli yang Terbukti Langgar Etik Dinilai Bisa Dilaporkan ke Ranah Pidana

Kompas.com - 30/08/2021, 17:38 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi UGM Zanur Rohman menilai, pelanggaran etik yang dilakukan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar seharusnya bisa diteruskan ke ranah pidana. 

Sebab, menurut dia, ketentuan itu telah diatur di dalam Pasal 36 Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 juncto UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

“Menurut Pasal 65 UU KPK pelanggaran atas ketentuan tersebut diancam pidana maksimal 5 tahun penjara,” terang Zaenur pada Kompas.com, Senin (30/8/2021).

Zaenur menyebut dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pimpinan KPK dilarang berhubungan dengan pihak berperkara dengan alasan apapun.

Ia mengatakan, larangan berhubungan itu sangat penting. Sebab, hubungan itu dikhawatirkan dapat membuka pintu masuk terjadinya jual beli perkara atau pemerasan yang melibatkan insan KPK.

Baca juga: MAKI Desak Lili Pintauli Mundur dari Jabatan Pimpinan KPK

“Perkara juga menjadi rawan bocor kepada pihak luar jika ada hubungan antara insan KPK dengan pihak berperkara,” kata dia.

Selain itu hubungan antara insan KPK dengan pihak berperkara juga bisa menyebabkan KPK gagal mengungkap atau menangani suatu perkara tindak pidana korupsi.

“Sehingga akan sulit menangani perkara tersebut, bahkan perkara bisa berujung gagal ditangani,” sambung Zaenur.

Zaenur berpendapat, mestinya Dewas KPK menjatuhkan sanksi agar Lili mengundurkan diri dari jabatannya saat ini.

Ia mengatakan hal itu telah diatur sesuai dalam Pasal 10 ayat (4) huruf b Perdewas KPK Nomor 2 Tahun 2020.

“Lili tidak pantas lagi menjabat sebagai pimpinan KPK karena telah menyalahgunakan kewenangan yakni berhubungan dengan pihak berperkara. Bahkan perbuatan ini tidak hanya melanggar kode etik, tetapi merupakan perbuatan pidana,” ungkapnya.

Baca juga: Putusan Dewas Terhadap Lili Dinilai Akan Membuat Pegawai KPK Tak Takut Melanggar Aturan

Dalam pandangan Zaenur, sanksi yang dijatuhkan Dewas KPK pada Lili terlalu lembek. Pemotongan gaji pokok sebanyak 40 persen selama 12 bulan dinilai tidak berdampak signifikan.

“Gaji pokok hanya sekitar Rp 4,6 juta sedangkan THP (take home pay) per bulan sekitar Rp 89 juta. Jadi potongan gaji pokok tidak banyak berpengaruh terhadap penghasilan bulanan,” imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya Dewas KPK menyatakan Lili Pintauli Siregar terbukti melakukan pelanggaran kode etik karena berhubungan dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial terkait kasus suap jual beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai tahun 2020.

Saat ini M Syahrial telah ditetapkan sebagai terdakwa, dan perkaranya menyeret mantan Penyidik KPK Stepanus Robbin Pattuju sebagai tersangka.

Robin diduga menerima suap sejumlah Rp 1,6 miliar dari M Syahrial dengan tujuan agar penyelidikan perkara jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai tidak dinaikkan ke tahap penyidikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com