Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan Dewas terhadap Lili Dinilai Akan Membuat Pegawai KPK Tak Takut Melanggar Aturan

Kompas.com - 30/08/2021, 17:05 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi UGM Zaenur Rohman menilai, para pegawai KPK tidak akan lagi takut melakukan pelanggaran setelah mengetahui putusan Dewan Pengawas KPK terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. 

Sebab, sanksi berupa pemotongan 40 persen gaji pokok selama 12 bulan yang dijatuhkan kepada Lili, dinilai merupakan sanksi yang lembek.

“Putusan lembek oleh Dewas ini menunjukan sikap permisif dan toleran di internal KPK. Ke depan insan KPK tidak akan terlalu takut melakukan pelanggaran, karena Dewas tidak keras terhadap pelanggaran,” jelas Zaenur pada Kompas.com, Senin (30/8/2021).

Dampak berikutnya, lanjut Zaenur, adalah turunnya kepercayaan publik terhadap kinerja Lembaga Antirasuah itu.

“Ternyata nama-nama besar yang duduk di Dewas tidak menjamin akan menerapkan prinsip zero tolerance terhadap pelanggaran di internal KPK,” terangnya.

Baca juga: Gaji Lili Pintauli Dipotong karena Langgar Etik, Pukat: Harusnya Diminta Mundur

Ia menuturkan, semestinya sanksi yang diberikan oleh Dewas pada Lili adalah permintaan untuk mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK.

Zaenur menerangkan hal itu diatur dalam Pasal 10 Ayat (4) huruf b Perdewas KPK Nomor 2 Tahun 2020.

“Lili tidak pantas lagi menjabat sebagai pimpinan KPK karena telah menyalahgunakan kewenangan yakni berhubungan dengan pihak berperkara. Bahkan perbuatan ini tidak hanya melanggar kode etik, tetapi merupakan perbuatan pidana,” tutur dia.

Selain itu, Zaenur berpandangan tindakan pelanggaran etik yang dilakukan Lili berpotensi untuk dibawa ke ranah pidana jika mengacu pada Pasal 36 Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 juncto UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

“Menurut Pasal 65 UU KPK pelanggaran atas ketentuan tersebut diancam pidana maksimal 5 tahun penjara,” imbuhnya.

Zaenur menjelaskan bahwa berhubungan dengan pihak berperkara sangat dilarang di KPK karena dapat menjadi pintu masuk jual beli perkara atau pemerasan.

Baca juga: Lili Pintauli Hanya Disanksi Potong Gaji, Eks Pimpinan KPK Nilai Dewas Tak Punya Hati

Jika ada insan KPK yang berhubungan dengan pihak berperkara maka informasi tentang penanganan kasus bisa bocor.

“Sehingga KPK akan sulit menangani perkara tersebut, bahkan perkara bisa berujung gagal ditangani,” pungkas dia.

Diketahui dalam sidang putusan yang dilakukan oleh Dewas KPK hari ini, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran kode etik dengan berhubungan dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK.

Lili disebut terbukti telah berkomunikasi dengan Wali Kota Nonaktif Tanjungbalai M Syahrial terkait dengan perkara suap jual beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai tahun 2020.

Atas perbuatannya itu Lili dijatuhi sanksi oleh Dewas KPK berupa pemotongan gaji pokok sebanyak 40 persen selama 12 bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com