JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengapresiasi keputusan jaksa penuntut umum terkait pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan banding Djoko Tjandra.
Namun, Boyamin menilai kasasi ini hanya untuk memperpanjang drama saja. Ia menduga hasilnya akan sia-sia.
"Saya curiga ini hanya untuk memperpanjang drama saja, seakan-akan memenuhi rasa marah masyarakat dengan mengajukan kasasi terhadap kasus yang berkaitan dengan Pinangki (bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari) dan Djoko. Tapi rasanya sia-sia juga," ujar Boyamin saat dihubungi, Kamis (12/8/2021).
Baca juga: Berbeda dari Kasus Pinangki, Kejaksaan Kasasi Putusan Banding Djoko Tjandra
Menurut Boyamin, berdasarkan logika hukum, vonis hukuman Djoko sebagai pemberi suap mesti lebih rendah daripada penerima suap, yaitu Pinangki.
Sementara itu, Pinangki hanya mendapatkan vonis hukuman 4 tahun penjara setelah upaya hukum bandingnya dikabulkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Djoko pun mendapatkan pengurangan vonis hukuman menjadi 3,5 tahun penjara di tingkat banding.
Boyamin pun heran mengapa jaksa penuntut mengajukan kasasi atas putusan banding Djoko, tetapi sebelumnya tidak mengajukan kasasi atas putusan banding Pinangki.
"Pinangki yang jaksa saja tidak kasasi, kok ini tiba-tiba kasasi. Saya menganggap pura-pura saja. Karena proses seperti apa yang hendak dicapai kejaksaan dengan mengajukan kasasi Djoko Tjandra?" ucapnya.
Baca juga: Pemotongan Hukuman Djoko Tjandra Dinilai Lukai Rasa Keadilan Masyarakat
Kendati begitu, dia berharap ada temuan baru dalam kasus penghapusan nama Djoko Tjandra dari red notice keimigrasian dan pengurusan fatwa bebas MA itu.
Terutama yang bertalian dengan pengurusan fatwa bebas MA, sebab menurut Boyamin sampai saat ini sosok "king maker" belum terungkap.
"Semoga nanti ada sesuatu yang ditemukan hakim agung dan bisa dalam posisi membuat terang," ujar dia.
Sebelumnya, majelis hakim PT DKI mengabulkan permohonan banding Djoko Tjandra dalam perkara suap penghapusan namanya dari red notice keimigrasian dan pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung. Majelis hakim memberikan potongan hukuman, dari 4,5 tahun menjadi 3,5 tahun penjara.
Dalam perkara pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung, terlibat pula Pinangki Sirna Malasari. Adapun Pinangki saat itu merupakan Kepala Subbagian Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.
Ia divonis 10 tahun penjara oleh majelis kemudian Pengadilan Tipikor Jakarta. Kemudian, Pinangki mengajukan upaya hukum banding.
Baca juga: Dagelan Kasus Pinangki, Ketika Perantara Suap Dihukum Lebih Berat dari Jaksa Korup
Permohonan banding itu dikabulkan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Majelis hakim memangkas hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.
Berbeda dengan Djoko Tjandra, jaksa penuntut tidak mengajukan kasasi atas putusan banding Pinangki.
Kini, Pinangki telah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Tangerang untuk menjalani pidana penjara selama 4 tahun.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.