Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Berkeberatan atas LAHP, Serang Balik Ombudsman hingga Dinilai Antikoreksi

Kompas.com - 07/08/2021, 09:37 WIB
Irfan Kamil,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan berkeberatan atas laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI (ORI) mengenai proses alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).

Adapun sikap itu disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers, Kamis (5/8/2021).

Beberapa poin sikap berkeberatan tersebut antara lain, KPK menilai Ombudsman telah melakukan pelanggaran hukum dengan memeriksa laporan yang sedang ditangani pengadilan.

Baca juga: KPK Nilai Ombudsman Tak Logis Sebut BKN Tak Kompeten Selenggarakan TWK

Ghufron mengatakan, pokok perkara yang diperiksa Ombudsman RI merupakan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2020 yang saat ini sedang dalam proses pengujian di Mahkamah Agung (MA).

Selain itu, KPK berpandangan, para pelapor yakni perwakilan pegawai KPK, tidak memiliki hak untuk melaporkan penyelenggaraan TWK.

Peraturan alih status pegawai KPK, pelaksanaan dan penetapan hasil TWK, kata Ghufron bukan perkara pelayanan publik.

Lebih lanjut, terkait dengan kontrak backdate misalnya, menurut Ghufron, hal itu tidak memiliki konsekuensi hukum dengan keabsahan TWK dan hasilnya.

Dinilai tak berdasar

Merespons keberatan KPK atas LAHP tersebut, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai tudingan KPK itu tidak berdasar.

Bivitri mengatakan, sesuai Undang-Undang Ombudsman RI, pemeriksaan terkait tindakan malaadministrasi di kementerian atau lembaga tidak ada hubungannya dengan (MA).

“Yang dinilai MA kan norma sebuah peraturan dalam hal ini, perkom, apakah sudah sesuai dengan norma peraturan di atasnya atau tidak. Apapun hasil MA nanti, tidak ada pengaruhnya pada rekomendasi ORI, karena objek pemeriksaan dan wewenangnya memang beda,” kata Bivitri kepada Kompas.com, Jumat (6/8/2021).

Baca juga: Keberatan atas LAHP Ombudsman, Pimpinan KPK Dinilai Tak Paham Konteks Pelayanan Publik

“Saya rasa KPK terlalu emosional untuk menerima (LAHP Ombudsman) sehingga tidak jernih memahami hukum kita sendiri dan relasi kelembagaan,” ujar dia.

Selain itu, menurut Bivitri, keberatan yang disampaikan melalui konferensi pers merupakan cara KPK lembaga antirasuah itu membenarkan pembuktian versinya sendiri.

Menurut Bivitri, KPK berusaha merebut wacara publik dengan pernyataan-penyataan yang mengiring seakan-akan Ombudsman salah.

“KPK seakan-akan galak menunjukkan taringnya pada tempat yang salah, bukan ke koruptor tetapi ke sesama lembaga negara yang sedang berusaha mengoreksi tindakannya yang salah,” ucap Bivitri.

“Karena yang namanya konferensi pers kan memang bukan forum debat yang seimbang,” tutur dia.

Disebut antikoreksi

Tim 75 mengaku tidak terkejut atas keberatan KPK terkait LAHP Ombudsman RI mengenai malaadministrasi penyelenggaran TWK).

Tim 75 merupakan kelompok pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK untuk proses alih status menjadi ASN.

"Sikap ini, kami lihat sebagai sikap antikoreksi," kata perwakilan Tim 75 sekaligus Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, kepada Kompas.com, Jumat.

Baca juga: Tim 75: Keberatan KPK atas LAHP Ombudsman sebagai Sikap Antikoreksi

Menurut Yudi, KPK sebagai lembaga penegak hukum sudah sepatutnya taat hukum, tanpa pilih-pilih terhadap aturan mana yang harus ditaati.

Tindakan korektif dari Ombudsman, kata dia, sepatutnya dijadikan bahan KPK untuk perbaikan.

"Bukan malah menyerang pemberi rekomendasi yang mencari solusi terhadap permasalahan status 75 pegawai KPK," ucap Yudi.

"Ini sama saja KPK memilih untuk kill the messenger bukannya mengapresiasi rekomendasi Ombudsman," kata dia.

Atas keberatan tersebut, Yudi menilai pernyataan bahwa KPK memperjuangan hak dan nasib 75 pegawai hanya dalih dan retorika belaka.

Padahal, menurut dia, pimpinan KPK seharusnya menjadikan rekomendasi Ombudsman sebagai dasar memperjelas status 75 pegawai sesuai dengan Revisi UU KPK, Putusan MK, dan arahan Presiden.

"Sehingga 75 pegawai tersebut bisa segera kembali bekerja melaksanakan tupoksinya dalam memberantas korupsi di Indonesia," ujar Yudi.

Adapun penolakan atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan Ombudsman RI mengenai TWK tersebut itu disampaikan melalui 13 poin keberatan.

Dengan penolakan itu, Surat Keputusan (SK) nomor 652 yang membebastugaskan pegawai KPK juga tidak dicabut.

"Jadi sekali lagi, urusan kami dengan pegawai KPK, termasuk juga yang dipertanyakan, pembebastugasan berdasarkan SK 652, sekali lagi, sampai saat ini, kami belum pernah mencabut," kata Ghufron.

Ghufron mengatakan, KPK akan menyampaikan surat keberatan kepada Ombudsman pada Jumat (6/8/2021).

Dengan demikan, KPK keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan oleh Ombudsman.

Secara terpisah, Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih menyatakan belum menerima salinan keberatan atas keberatan KPK.

Ia mengatakan, pihaknya akan merespons keberatan KPK setelah ada surat resmi dari lembaga antirasuah tersebut.

"Ombudsman RI masih menunggu surat resmi dari KPK, belum bisa beri tanggapan," kata Najih kepada Kompas.com, Jumat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com