Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Pimpinan KPK Takut, Tak Mampu Tutupi Skandal TWK

Kompas.com - 08/06/2021, 18:30 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, tidak hadirnya pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memenuhi panggilan Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akibat tidak mampu menutupi skandal tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK.

Adapun pemanggilan tersebut dilakukan terkait adanya laporan dugaan pelanggaran HAM dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bagian dari alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

“Hal ini semakin memperlihatkan bahwa pimpinan KPK takut karena tidak mampu untuk menutupi skandal tes wawasan kebangsaan yang telah merenggut hak asasi sejumlah pegawai KPK,” ucap Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Kompas.com, Selasa (8/6/2021).

Baca juga: Pimpinan KPK Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM Dinilai Langgar Kode Etik

ICW pun berpandangan, alasan pimpinan KPK yang tidak menghadiri panggilan Komnas HAM dengan meminta penjelasan pelanggaran apa yang dilakukan lembaga antirasuah itu terlalu mengada-ada.

“Betapa tidak, pimpinan KPK tentu tahu bahwa hari ini ada panggilan dari Komnas HAM, semestinya seluruh agenda internal kelembagaan dapat ditunda terlebih dahulu,” ucap Kurnia.

Sebelumnya, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik juga merespons tidak hadirnya pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemeriksaan di Komnas HAM hari ini.

Menurut Taufan, memenuhi panggilan dari lembaga negara lain bukanlah sebuah keanehan. Sebab, Komnas HAM pun pernah dimintai keterangan oleh Ombudsman.

"Kami sangat berharap sikap kooperatif dari pimpinan KPK dan ini bukan hal yang aneh, saya ingin katakan juga Komnas HAM ini pernah dipanggil oleh lembaga negera yang lain, misalnya Ombudsman," ucap Taufan dalam konferensi pers, Selasa.

"Karena ada aduan pihak tertentu kepada Ombusdman, suatu kebijakan Komnas HAM yang menurut mereka itu salah. Ya kita kasih keterangan, kemudian ada kesimpulan, kan begitu," ucap dia.

Baca juga: Pimpinan KPK Tolak Panggilan Komnas HAM, MAKI: Bentuk Arogansi dan Penghinaan Sistem

 

Bahkan, menurut Taufan, kebijakan presiden Joko Widodo juga kerap diuji oleh Komnas HAM. Menurut dia, hal itu adalah sebuah kenormalan yang dilakukan oleh Komnas HAM.

"Kebijakan bapak presiden Indonesia juga berkali-kali diuji oleh Komnas HAM, undang-undang dihadirkan, diuji oleh Komnas HAM," ucap Taufan.

"Komnas HAM mengatakan, undang-undang ini ada yang tidak sejalan dengan hak asasi manusia. Kan itu hal yang normatif saja, yang sesuai dengan undang-undang," kata dia.

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyebutkan bahwa pemanggilan yang dilayangkan kepada KPK dilakukan guna mendapatkan klarifikasi, informasi, keterangan dan berbagai hal yang bisa menjernihkan polemik TWK tersebut.

"Namun taman-teman pimpinan KPK, kolega-kolega kami, hari ini tidak bisa hadir," ucap Anam.

Kendati demikian, Anam menyatakan bahwa Komnas HAM tetap melanjutkan proses yang telah berjalan.

Baca juga: Anggota Komisi III: Sebaiknya Pimpinan KPK Penuhi Panggilan Komnas HAM

Ia pun berharap, KPK bisa hadir untuk memberikan keterangan tambahan yang dibutuhkan oleh Komnas HAM.

"Kami tetap melanjutkan proses, semoga para pihak ini mau hadir menjelaskan berbagai peristiwanya, sehingga terangnya peristiwa seperti harapan publik, harapan kita semua semakin baik," ucap Anam.

"Jadi kalau hari ini Pimpinan KPK belum datang, tetap kami memberikan kesempatan, memberikan haknya untuk memberikan informasi dan keterangan tambahan kepada kami. Jadi kami masih membuka diri untuk itu," ujar dia.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebutkan bahwa pimpinan dan sekjen KPK telah menerima surat dari komnas HAM tertanggal 2 Juni 2021 terkait aduan tes wawasan kebangsaan pegawai KPK.

"Tindak lanjut surat dimaksud, Senin, 7 Juni 2021 Pimpinan KPK telah berkirim surat kepada Komnas HAM untuk meminta penjelasan lebih dahulu mengenai hak asasi apa yang dilanggar pada pelaksanaan alih status pegawai KPK," kata Ali kepada Kompas.com, Selasa.

Pimpinan KPK, kata Ali, sangat menghargai dan menghormati apa yang menjadi tugas pokok fungsi Komnas HAM sebagaimana ketentuan yang berlaku saat ini.

Akan tetapi, lanjut dia, proses peralihan status pegawai KPK merupakan perintah undang-undang dan KPK telah melaksanakan undang-undang tersebut.

"Pelaksanaan TWK dilakukan oleh BKN bekerja sama dengan lembaga terkait lainnya melalui proses yang telah sesuai mekanisme sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku," ucap Ali.

Baca juga: Pimpinan KPK Tolak Panggilan Komnas HAM, MAKI: Bisa Jadi Bumerang

Komnas HAM tengah menyelidiki kepatuhan KPK dalam pemenuhan standar dan norma hak asasi manusia terkait kebijakan tes wawasan kebangsaan (TWK).

Hal itu dilakukan setelah Komnas HAM mendapatkan laporan dari Wadah Pegawai KPK soal 75 pegawai yang dibebastugaskan setelah tidak lolos TWK.

"Kami ingin memastikan bahwa setiap langkah atau setiap kebijakan dari lembaga negara mana pun di Indonesia ini, tanpa terkecuali, dipastikan bahwa dia harus menuhi standar dan norma hak asasi manusia," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam konferensi persnya, Senin (24/5/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com