Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MAKI Nilai Pimpinan KPK Arogan karena Tolak Hadiri Panggilan Komnas HAM Terkait TWK

Kompas.com - 08/06/2021, 13:53 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mengkritik sikap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menolak hadir dalam panggilan yang dilakukan Komnas HAM terkait tes wawasan kebangsaan (TWK).

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, sikap tersebut merupakan wujud arogansi dan penghinaan terhadap sistem ketatanegaraan di Indonesia.

“Nah, ini betul-betul bentuk arogansi dan penghinaan terhadap sistem ketatanegaraan kita dan KPK ini memberikan contoh yang buruk,” kata Boyamin kepada Kompas.com, Selasa (8/6/2021).

Lebih lanjut, ia mengatakan, sikap pimpinan KPK tersebut dapat menjadi contoh buruk dalam proses penghormatan antarlembaga negara.

“Ini memberikan contoh yang buruk terhadap proses penghormatan terhadap lembaga-lembaga negara,” tutur dia.

Baca juga: Tolak Panggilan Komnas HAM, Pimpinan KPK Minta Dijelaskan Apa Pelanggaran Mereka

Lebih lanjut, Boyamin mengatakan, Komnas HAM juga merupakan lembaga negara yang sah yang memiliki dasar perundang-undangan.

Menurut dia, seharusnya KPK menghargai panggilan yang dilakukan Komnas HAM saat ini.

“Komnas HAM dibentuk itu juga ada dasarnya, juga ada undang-undang pembentukan Komnas HAM. Beda kalau yang manggil itu MAKI. Panggil KPK enggak datang enggak apa-apa,” ucap dia.

Bahkan, ia pun menekankan, pemanggilan tersebut masih dalam katagori pemanggilan awal dalam rangka klarifikasi atas polemik TWK.

Sehingga, ia menilai, KPK semestinya dapat mengikuti proses dan memberikan klarifikasi dalam pemanggilan itu.

“Ini kan hanya soal pengaduan dari pegawai yang tidak lolos mengadu ada pelanggaran HAM. Terus kemudian Komnas HAM melakukan klarifikasi dengan mengundang pihak pimpinan KPK. Nah, di situ jelas kan bahwa tidak melanggar HAM dan sebagainya,” imbuh dia.

Baca juga: KPK Tak Hadir, Sidang Praperadilan SP3 Kasus BLBI Sjamsul Nursalim Ditunda

Sebelumnya, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menghadiri pemanggilan dari Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada hari ini, Selasa (8/6/2021).

Adapun pemanggilan tersebut dilakukan terkait adanya laporan dugaan pelanggaran HAM dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bagian dari alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebutkan bahwa pimpinan dan sekjen KPK telah menerima surat dari Komnas HAM tertanggal 2 Juni 2021 terkait aduan tes wawasan kebangsaan pegawai KPK.

"Tindak lanjut surat dimaksud, Senin, 7 Juni 2021 Pimpinan KPK telah berkirim surat kepada Komnas HAM untuk meminta penjelasan lebih dahulu mengenai hak asasi apa yang dilanggar pada pelaksanaan alih status pegawai KPK," kata Ali dalam keterangan tertulis, Selasa.

Pimpinan KPK, kata Ali, sangat menghargai dan menghormati apa yang menjadi tugas pokok fungsi Komnas HAM sebagaimana ketentuan yang berlaku saat ini.

Baca juga: Pemberhentian Pegawai, KPK Diusulkan Minta Masukan Pimpinan Periode 2003-2007

Akan tetapi, lanjut dia, proses peralihan status pegawai KPK merupakan perintah undang-undang dan KPK telah melaksanakan undang-undang tersebut.

"Pelaksanaan TWK dilakukan oleh BKN bekerja sama dengan lembaga terkait lainnya melalui proses yang telah sesuai mekanisme sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku," ucap Ali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com