Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan KPK Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM Dinilai Langgar Kode Etik

Kompas.com - 08/06/2021, 16:04 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tindakan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak memenuhi panggilan Komnas Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dinilai sebagai pelanggaran kode etik.

Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi mengatur, setiap insan KPK harus menunjukkan kerja sama dengan seluruh lembaga dan aparatur negara lain.

"Ketidakhadiran pimpinan KPK menunjukan sikap tidak menghargai dan tidak mau bekerja sama dengan lembaga negara lain. Artinya itu merupakan pelanggaran kode etik dan contoh yang buruk sebagai lembaga negara," ujar peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman, saat dihubungi, Selasa (8/6/2021).

Baca juga: Pimpinan KPK Tolak Panggilan Komnas HAM, MAKI: Bentuk Arogansi dan Penghinaan Sistem

Zaenur menilai pimpinan KPK tidak menunjukkan sikap ksatria. Ia mengatakan, semestinya pimpinan KPK mau duduk bersama dan menjelaskan soal tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai dasar alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

"Seharusnya mereka mau hadir dan menjelaskan, apa yang sedang dikaji oleh Komnas HAM atas dugaan diskriminasi atau pelanggaran HAM," kata Zaenur.

Di sisi lain, Zaenur menilai ketidakhadiran pimpinan KPK makin menegaskan ada sesuatu yang bermasalah dan ditutupi dalam penyelenggaraan TWK.

"Ketidakhadiran itu justru menjadi bukti bahwa memang TWK yang diselenggarakan KPK meski bekerja sama dengan pihak eksternal, memiliki banyak permasalahan dan seakan ada yang ditutupi termasuk pada lembaga negara lain yaitu Komnas HAM," pungkasnya.

Baca juga: Anggota Komisi III: Sebaiknya Pimpinan KPK Penuhi Panggilan Komnas HAM

Adapun pimpinan KPK tidak memenuhi panggilan Komnas HAM yang hendak meminta keterangan terkait pelaksanaan TWK.

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut pimpinan dan sekjen KPK telah menerima surat dari Komnas HAM tertanggal 2 Juni 2021.

"Tindak lanjut surat dimaksud, Senin, 7 Juni 2021 Pimpinan KPK telah berkirim surat kepada Komnas HAM untuk meminta penjelasan lebih dahulu mengenai hak asasi apa yang dilanggar pada pelaksanaan alih status pegawai KPK," kata Ali dalam keterangan tertulis, Selasa.

Komnas HAM tengah menyelidiki kepatuhan KPK dalam pemenuhan standar dan norma HAM terkait kebijakan TWK.

Baca juga: Komnas HAM Akan Selidiki Apakah TWK Pegawai KPK Sesuai Standar HAM

Penyelidikan dilakukan setelah Komnas HAM mendapat laporan dari Wadah Pegawai KPK soal 75 pegawai yang dibebastugaskan setelah tidak lolos TWK.

"Kami ingin memastikan bahwa setiap langkah atau setiap kebijakan dari lembaga negara mana pun di Indonesia ini, tanpa terkecuali, dipastikan bahwa dia harus menuhi standar dan norma hak asasi manusia," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam konferensi pers, Senin (24/5/2021).

Taufan pun meminta pimpinan KPK beserta pihak-pihak terkait untuk kooperatif dalam memberikan informasi perihal polemik TWK yang dibutuhkan oleh Komnas HAM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com