Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Kok Jadi Pegawai KPK yang ASN Susahnya Setengah Mati Seperti Ini…”

Kompas.com - 04/06/2021, 20:27 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono menilai, proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak semudah menjadi pejabat.

Sebab, alih status melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK itu menimbulkan polemik yang meluas di masyarakat.

“Saya ingin menggarisbawahi kok menjadi pegawai KPK yang ASN susahnya setengah mati seperti ini, hampir polemik satu bulan, enggak turun-turun, kenapa?,” kata Giri saat wawancara bersama Kompas.com, Kamis (3/6/2021).

Padahal, menurut dia, untuk menjadi Presiden, Wakil Presiden, Anggota DPR, DPRD, Gubernur, Wali Kota atapun Bupati syaratnya hanya menyatakan setia kepada Pancasila.

“Cuma satu lembar menyatakan bahwa setia kepada UUD, Pancasila dan lain-lain, terus dia tanda tangan, selesai,” ucap Giri.

Baca juga: Firli Bahuri Tak Hadiri Debat Terbuka Soal TWK Pegawai KPK

“Tetapi bagi KPK kayaknya istimewa banget, bagi orang KPK tidak memenuhi syarat harus dinonjobkan kalau bisa dipecat karena tidak bisa dibina, luar biasa ini,” ujar dia.

Giri pun mengaku tidak mengetahui apa indikator yang membuatnya tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan.

Padahal, ia kerap menjadi pembicara untuk mengisi materi terkait wawasan kebangsaan di sekolah, kampus hingga lembaga negara.

Dia juga tidak menampik bahwa TWK adalah cara yang digunakan untuk menyingkirkan orang-orang berintegritas dari KPK.

Giri mengakui, ia kerap berbeda pendapat dengan pimpinan KPK terkait hal-hal yang prinsip.

"Saya tidak tahu itu dengan alasan apa (tidak lolos TWK), tetapi kalau saya, saya orang yang bisa berbeda pendapat dengan pimpinan terkait hal yang prinsip dan kebenaran," ucap Giri.

Salah satu contoh perbedaan pendapat itu, kata Giri, yakni mengenai rencana pengadaan mobil dinas pegawai KPK yang harganya lebih dari Rp 500 juta.

Baca juga: ICW Anggap Kabareskrim Enggan Telusuri Bukti Dugaan Penerimaan Gratifikasi Ketua KPK

Namun, menurut dia, penolakan terkait pengadaan mobil dinas itu disampaikan langsung kepada pimpinan dan dilakukan di ruang tertutup.

"Saya termasuk orang yang menolak mobil dinas dan saya nyatakan di ruang tertutup. Itu saya tidak ke media," ucap Giri.

"Jadi saya sampaikan, mobil dinas tidak pada waktunya di kala pandemi seperti ini, harganya Rp 500 juta lebih segala macam. Tidak pantas," kata dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com