JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono menilai, proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak semudah menjadi pejabat.
Sebab, alih status melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK itu menimbulkan polemik yang meluas di masyarakat.
“Saya ingin menggarisbawahi kok menjadi pegawai KPK yang ASN susahnya setengah mati seperti ini, hampir polemik satu bulan, enggak turun-turun, kenapa?,” kata Giri saat wawancara bersama Kompas.com, Kamis (3/6/2021).
Padahal, menurut dia, untuk menjadi Presiden, Wakil Presiden, Anggota DPR, DPRD, Gubernur, Wali Kota atapun Bupati syaratnya hanya menyatakan setia kepada Pancasila.
“Cuma satu lembar menyatakan bahwa setia kepada UUD, Pancasila dan lain-lain, terus dia tanda tangan, selesai,” ucap Giri.
“Tetapi bagi KPK kayaknya istimewa banget, bagi orang KPK tidak memenuhi syarat harus dinonjobkan kalau bisa dipecat karena tidak bisa dibina, luar biasa ini,” ujar dia.
Giri pun mengaku tidak mengetahui apa indikator yang membuatnya tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan.
Padahal, ia kerap menjadi pembicara untuk mengisi materi terkait wawasan kebangsaan di sekolah, kampus hingga lembaga negara.
Dia juga tidak menampik bahwa TWK adalah cara yang digunakan untuk menyingkirkan orang-orang berintegritas dari KPK.
Giri mengakui, ia kerap berbeda pendapat dengan pimpinan KPK terkait hal-hal yang prinsip.
"Saya tidak tahu itu dengan alasan apa (tidak lolos TWK), tetapi kalau saya, saya orang yang bisa berbeda pendapat dengan pimpinan terkait hal yang prinsip dan kebenaran," ucap Giri.
Salah satu contoh perbedaan pendapat itu, kata Giri, yakni mengenai rencana pengadaan mobil dinas pegawai KPK yang harganya lebih dari Rp 500 juta.
Namun, menurut dia, penolakan terkait pengadaan mobil dinas itu disampaikan langsung kepada pimpinan dan dilakukan di ruang tertutup.
"Saya termasuk orang yang menolak mobil dinas dan saya nyatakan di ruang tertutup. Itu saya tidak ke media," ucap Giri.
"Jadi saya sampaikan, mobil dinas tidak pada waktunya di kala pandemi seperti ini, harganya Rp 500 juta lebih segala macam. Tidak pantas," kata dia.
Giri mengatakan bahwa perbedaan-perbedaan pendapat yang disampaikan adalah terkait kebijakan-kebijakan yang dinilai tidak bisa diterima secara moral.
Meskipun, kebijakan-kebijakan tersebut merupakan hak bagi ASN eselon II dan eselon I saat nantinya menjadi ASN.
"Kita menjaga budaya KPK itu seperti ini, budaya KPK itu punya keunggulan egalitarian, professional, spiritualitas, keadilan segala macam, sehingga dalam diskusi di ruang tertutup tadi kita bisa berbeda pendapat, tapi keluar kita satu kata," ucap Giri.
Menurut Giri, ketika pemimpin lembaga negara tidak bisa menerima perbedaan pendapat, antikritik, hal itu berbeda dengan sikap presiden Joko Widodo yang justru meminta untuk dikritik.
"Mungkin saya termasuk orang yang relatif kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang menurut saya tidak sesuai dengan nilai-nilai KPK," kata dia.
"Karena nilai-nilai KPK itu kita junjung dalam pendidikan, integritas dan segala macam," ucap Giri.
Sebanyak 1.271 pegawai KPK resmi dilantik menjadi ASN pada Selasa (1/6/2021).
Mereka dilantik setelah dinyatakan lolos dalam tes wawasan kebangsaan sebagai bagian dari alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Adapun, dalam tes ini 75 pegawai dinyatakan tidak lolos, 51 di antaranya diberhentikan dan 24 pegawai akan dibina kembali.
Sejumlah nama yang dikenal bekerja baik di KPK dinyatakan tidak lolos TWK, misalnya Direktur Pembinaan Jaringan Antarkomisi KPK Sujanarko, Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK Hotman Tambunan dan Direktur Sosialisasi Dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Supradiono.
Penyidik Senior Novel Baswedan dan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap juga dinyatakan tidak lolos tes tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/04/20272861/kok-jadi-pegawai-kpk-yang-asn-susahnya-setengah-mati-seperti-ini