Saat menjalani uji kelayakan sebagai calon pimpinan KPK, Firli telah mendapat penolakan, baik itu dari internal KPK atau masyarakat sipil.
Usai terpilih jadi ketua KPK, Firli sontak langsung mendapat penolakan dari pegiat antikorupsi. Masa depan pemberantasan korupsi dinilai bakal suram di tangannya. Hal ini dikarenakan Firli dianggap bukan sosok yang benar-benar bersih dan berintegritas.
Selain ditolak pegiat antikorupsi, Firli juga ditolak pegawai KPK. Penolakan itu berasal dari penyidik dan pegawai lainnya yang merasa gelisah karena Firli pernah melanggar kode etik saat menjabat sebagai Direktur Penindakan KPK.
Baca juga: Buat Laporan ke Bareskrim, ICW Pertanyakan Alasan Firli Sewa Helikopter dari PT APU
Firli dilaporkan ICW ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI, Kamis (3/6/2021). ICW menduga Firli menerima gratifikasi dalam bentuk diskon penyewaan helikopter.
ICW mendapatkan perbandingan harga dari penyedia jasa penerbangan lain yang menunjukkan bahwa diskon yang didapatkan Firli terlalu jauh dari harga umum.
Baca juga: Buat Laporan ke Bareskrim, ICW Pertanyakan Alasan Firli Sewa Helikopter dari PT APU
Dugaan penerimaan gratifikasi yang dimaksud terjadi pada Juni 2020. Saat itu, Firli menyewa helikopter untuk perjalanan pribadi dari Palembang, Sumatera Selatan, menuju Baturaja, Lampung, selama empat jam.
Pada September 2020, Masyarakat Antikorupsi Indonesia juga melaporkan hal itu pada Dewan Pengawas KPK sebagai dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh pimpinan KPK, yaitu bergaya hidup mewah.
Pada bulan yang sama, Dewan Pengawas KPK melalui sidang etik memutuskan Firli melanggar kode etik dan memberikan sanksi ringan berupa teguran tertulis.
Baca juga: Naik Helikopter, Ketua KPK Firli Bahuri Dinyatakan Melanggar Kode Etik