Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WP KPK: Pemberhentian 51 Pegawai Vonis yang Kejam

Kompas.com - 26/05/2021, 22:29 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo mengatakan, pemberhentian 51 pegawai KPK karena dianggap tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) merupakan sebuah putusan atau vonis yang kejam.

Yudi tidak bisa menerima alasan Wakil Ketua Badan Kepegawaian Negara (BKN) Supranawa Yusuf yang mengatakan bahwa alasan 51 pegawai itu tidak bisa lagi dibina dalam proses menjadi aparatur sipil negara (ASN) karena persoalan teknis.

Persoalan teknis itu terkait dengan aturan waktu alih fungsi pegawai KPK menjadi ASN yang harus selesai pada 17 Oktober 2021.

Baca juga: ICW Nilai Pemberhentian 51 Pegawai KPK Langgar UU KPK dan UU ASN

Aturan itu, menurut Supranawa, tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

"Tadi menarik sekali karena 51 (pegawai) itu tidak bisa dibina karena waktunya terlalu cepat, jadi akhirnya (alasannya) teknis sekali, sementara hasilnya terlalu kejam menurut saya," sebut Yudi dalam program Satu Meja Kompas TV, Rabu (26/5/2021) malam.

"Apa namanya, merah, merah apanya? Kita putih karena kita memberantas korupsi," ujarnya.

Ujaran Yudi itu mengacu pada pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang pada Selasa (25/5/2021) mengatakan bahwa 51 pegawai yang tetap dinyatakan harus berhenti bekerja untuk KPK itu diberi tanda merah oleh tim asesor TWK.

Selain itu, Yudi juga menganggap bahwa keputusan itu terlalu kejam karena seseorang langsung divonis memiliki pandangan tertentu hanya karena menjawab pertanyaan dalam TWK.

Selain itu, BKN menyebut bahwa para pegawai tersebut dinyatakan tidak bisa dibina karena tidak bisa berubah.

Baca juga: BKN: 51 Pegawai KPK Diberhentikan karena Tak Cukup Waktu untuk Dibina

"Sementara koruptor yang kami tangkap baru bisa dikatakan koruptor setelah ada keputusan dari pengadilan yang inkrah. Itu pun dianggap masih bisa dibina di lembaga permasyarakatan," tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua BKN Supranawa Yusuf mengucapkan bahwa dalam penilaian asesmen, seseorang yang tidak memenuhi syarat dianggap tidak dapat berubah.

Maka, 51 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos tidak bisa lagi dibina dengan wawasan kebangsaan untuk menjadi ASN dan tetap bekerja di lembaga antirasuah itu.

Sebelumnya diberitakan, 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK diberhentikan karena dinilai tidak bisa mengikuti pelatihan dan pembinaan lanjutan.

Baca juga: Amnesty Sebut Pemberhentian 51 Pegawai KPK Langgar Hak Sipil dan Hak Pekerja

"Yang 51 tentu karena sudah tidak bisa dilakukan pembinaan berdasarkan penilaian asesor tentu tidak bisa bergabung lagi dengan KPK," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat memberikan keterangan pers, dikutip dari siaran Kompas TV, Selasa (25/5/2021).

Alexander mengatakan, hanya ada 24 pegawai yang dinilai layak mengikuti pelatihan dan pendidikan wawasan kebangsaan. Setelah mengikuti pelatihan lanjutan, 24 pegawai itu dapat diangkat menjadi ASN.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com