JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan mendorong agar pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi dipercepat.
UU tersebut dinilai penting untuk merespons berbagai persoalan yang muncul terkait data pribadi, termasuk baru-baru ini mengenai dugaan kebocoran 279 juta data penduduk Indonesia yang diperjualbelikan di situs daring.
"Mari kita bersama-sama ikut partisipasi memberikan dukungan dan mendorong agar percepatan RUU Perlindungan Data Pribadi bisa segera diselesaikan dan disahkan oleh DPR RI, yang saat ini telah masuk dalam RUU Prolegnas Prioritas di tahun 2021," kata Irfan melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (24/5/2021).
Baca juga: Tjahjo Sebut Ada Data ASN, TNI, dan Polri dalam Kasus Kebocoran 279 Juta Data Pribadi
Irfan mengatakan, kebocoran data penduduk merupakan persoalan yang sangat serius dan perlu mendapat prioritas penanganan.
Sebab data-data yang bocor berpotensi disalahgunakan dan menimbulkan kerugian masyarakat.
Data merupakan salah satu sumber vital yang bisa digunakan untuk kejahatan siber seperti penipuan, pembobolan akun email dan media sosial, pengaksesan layanan perbankan secara ilegal, dan sebagainya.
"Maka, perlu diungkap siapa yang bertanggung jawab dan siapa pelakunya," ujar Irfan.
Irfan pun mendorong pihak kepolisian untuk segera mengungkap pelaku persoalan ini. Kepolisian juga diminta menindak tegas pihak-pihak yang dengan sengaja membocorkan data-data tersebut.
Pengungkapan dan penelusuran sumber data ini penting dilakukan agar data yang sudah terlanjur bocor tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Baca juga: DPR Sahkan Prolegnas Prioritas 2021, Ada RUU Perlindungan Data Pribadi
Irfan juga meminta BPJS Kesehatan, yang diduga merupakan sumber kebocoran data, memperbaiki sistem informasi dan teknologi.
"Dan juga kepada penyelenggara jasa pelayanan lainnya yang telah menghimpun data dari masyarakat, untuk melakukan sistem pengamanan yang berlapis terkait penggunaan data, agar tidak mudah diakses dan dibobol oleh pihak lain untuk kepentingan-kepentingan kejahatan," kata dia.
Dengan telah beredarnya ratusan juta data pribadi ini, Irfan mengimbau seluruh pihak berhati-hati dalam melakukan transaksi elektronik.
Masyarakat juga diminta waspada ketika hendak menyetujui dan memberikan data pribadi jika ada indikasi mencurigakan.
"Telusuri semua pihak yang berpotensi ikut membocorkan data dan menyalahgunakannya untuk kepentingan kejahatan. Berikan hukuman yang berat kepada pelakunya, agar tidak ada lagi kejadian adanya kebocoran data," kata dia.
Baca juga: Jelang Lebaran, Belum Ada Tanda-tanda RUU PDP Akan Disahkan
Untuk diketahui, belakangan publik dihebohkan dengan isu bocornya data 279 juta penduduk Indonesia. Data itu dijual di situs surface web Raid Forum.
Situs tersebut dapat diakses siapa saja dengan mudah karena bukan merupakan situs gelap atau situs rahasia (deep web). Ratusan data itu dijual oleh seorang anggota forum dengan akun "Kotz".
Dalam keterangannya, Kotz menuturkan bahwa data tersebut berisi NIK, nomor ponsel, e-mail, alamat, dan gaji. Data itu termasuk data penduduk Indonesia yang telah meninggal dunia.
Unggahan itu juga menyebutkan bahwa data tersebut bersumber dari BPJS Kesehatan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.