Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggap Ada Upaya Pelemahan KPK, Direktur YLBHI Sebut Presiden Bertanggung Jawab

Kompas.com - 07/05/2021, 17:37 WIB
Tsarina Maharani,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, Presiden Joko Widodo bertanggung jawab atas upaya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tampak belakangan ini.

Menurutnya, selain ada peran aktor-aktor lain, seperti DPR, presiden juga memiliki andil.

"Dari sana aktor banyak sekali, tapi setidak-tidaknya yang memiliki kewajiban ada presiden. Setidak-tidaknya beliau mengabaikan kewajiban yang ada di dia," kata Asfinawati dalam diskusi daring 'Masihkah Bisa Berharap pada KPK Saat Ini?', Jumat (7/5/2021).

Asfinawati mengatakan, Jokowi memang tidak pernah menandatangani revisi UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.

Baca juga: Nilai Pelemahan KPK Terstruktur dan Sistematis, BW: Inikah Legacy yang Ditinggalkan Presiden Jokowi?

Namun, Jokowi menyetujuinya dan membiarkannya sah secara otomatis sesuai ketentuan undang-undang.

Jokowi pun tidak pernah berusaha menghentikan atau membatalkan pembahasan revisi UU KPK saat itu.

"Padahal di waktu yang sama pada September 2019 itu, presiden mengatakan tunda revisi KUHP. Maka dia tidak jadi sampai sekarang. Apakah presiden bisa melakukan itu untuk RUU KPK? Bisa. Karena buktinya bisa terhadap KUHP. Tapi tidak dilakukan," ujarnya.

Ia tak menampik ada aktor-aktor lain di belakang Jokowi terkait revisi UU KPK. Namun, sekali lagi ia menegaskan, bahwa sudah sewajarnya jika rakyat meminta pertanggungjawaban presiden.

"Bukankah kita bernegara agar kita tidak dikendalikan oleh mafia?" ujar Asfinawati.

"Yang kita coblos bukan mafia di belakang mereka (capres-cawapres), tapi siapa capres-cawapresnya sendiri. Jadi apakah berlebihan kalau sekarang setelah menjabat, rakyat meminta tanggung jawab presiden dan wakil presiden?" tambahnya.

Baca juga: ICW Soroti Beda Sikap Hakim MK Saldi Isra soal Bukti Uji Formil UU KPK

Isu soal pelemahan KPK santer terdengar usai terbetik kabar ada 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN) berdasarkan tes wawasan kebangsaan terus bergulir.

Alih status pegawai ini merupakan imbas dari hasil revisi UU KPK pada 2019. Namun, banyak pihak yang mempertanyakan hasil tes wawasan kebangsaan tersebut.

Sebab, 75 pegawai KPK yang disebut-sebut tidak lulus tes merupakan para penyidik, penyelidik, serta pegawai senior yang punya rekam jejak gemilang dalam pemberantasan korupsi. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com