Ada 13 orang pemohon dalam uji materi yang diajukan Tim Advokasi UU KPK, yakni Agus Rahardjo, Laode Muhamad Syarif, Saut Situmorang, Erry Riyana Hardjapamekas, Mochammad Jasin.
Baca juga: 51 Guru Besar Minta MK Kabulkan Permohonan Uji Materi UU KPK
Lima nama di atas merupakan nama-nama yang pernah menjabat sebagai pimpinan KPK. Bahkan, Agus, Saut, dan Laode masih menjabat sebagai pimpinan KPK saat permohonan diajukan.
Kemudian, pemohon lainnya adalah Omi Komaria Madjid, dan Betti S Alisjahbana, Hariadi Kartodihardjo, Mayling Oey, Suarhatini Hadad, Abdul Fickar Hadjar, Abdillah Toha, dan Ismid Hadad.
Mereka didampingi oleh 39 kuasa hukum yang berasal dari Indonesia Corruption Watch, Lembaga Bantuna Hukum Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, serta sejumlah kantor hukum profesional.
Selain permohonan yang diajukan Tim Advokasi UU KPK, setidaknya ada enam perkara lain terkait permohonan uji materi UU KPK yang ditangani oleh MK
Diputus Hari Ini
Setelah berlangsung selama sekitar 1,5 tahun, MK akhirnya akan membacakan putusan permohonan uji materi UU KPK pada Selasa hari ini.
Sebanyak 51 guru besar dari berbagai perguruan tinggi yang tergabung dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi sebelumnya mendesak MK agar mengabulkan permohonan uji materi UU KPK.
Baca juga: Menanti Putusan MK untuk Hasil Uji Materi UU KPK...
Koalisi menyatakan, UU tersebut justru telah memperlemah pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK, alih-alih memperkuat.
"Kami menaruh harapan besar pada Mahkamah Konsititusi untuk mengembalikan kondisi pemberantasan korupsi seperti sedia kala," demikian bunyi surat pernyataan yang diterima Kompas.com, Jumat (30/4/2021).
"Harapan itu hanya akan terealisasi jika Bapak dan Ibu Yang Mulia Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi UU KPK hasil revisi," bunyi surat tersebut.
Para guru besar menilai, UU KPK hasil revisi telah terang benderang melumpuhkan lembaga antirasuah, baik dari sisi profesionalitas dan integritasnya.
Menurut koalisi, ada beragam masalah krusial dalam UU tersebut, mulai dari hilangnya independensi, pembentukan dan fungsi berlebih Dewan Pengawas, kewenangan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), hingga alih status kepegawaian KPK menjadi ASN.
"Sehingga, akibat perubahan politik hukum pemerintah dan DPR itu, terdapat persoalan serius yang berimplikasi langung pada penanganan perkara tindak pidana korupsi," tulis koalisi.
Di samping itu, KPK dinilai mengalami degradasi etika yang cukup serius berkaca dari adanya pelanggaran kode etik, pencurian barang bukti, serta kasus suap untuk menghentikan perkara korupsi yang ditangani KPK.
Baca juga: Ini Penjelasan MK Soal Tak Kunjung Memutus Gugatan Uji Materi UU KPK
Koalisi guru besar juga menyoroti proses pengesahan revisi UU KPK yang dikerjakan secara kilat serta mengabaikan partisipasi masyarakat karena prosesnya tertutup dan tidak akuntabel.
"Jika praktik ini dianggap benar bukan hanya isu tertib hukum saja yang dilanggar, namun jauh lebih esensial, yakni mempertaruhkan masa depan kehidupan demokrasi di Indonesia," tulis koalisi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.