Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Panjang Menolak Revisi UU KPK: Unjuk Rasa, Janji Perppu, hingga Uji Materi MK

Kompas.com - 04/05/2021, 08:29 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan menggelar sidang pembacaan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 atau Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) hasil revisi pada Selasa (4/5/2021).

Sidang putusan MK nanti akan menjadi ujung perjalanan panjang upaya menggagalkan revisi UU KPK yang dinilai telah melemahkan Lembaga Antirasuah itu.

Perjalanan panjang menolak revisi UU KPK terbentang jauh sejak September 2019 lalu ketika DPR mengesahkan revisi UU KPK yang prosesnya bergulir secara cepat yakni selama 12 hari.

Pengesahan revisi UU KPK itu lalu disambut dengan unjuk rasa besar-besaran oleh mahasiswa di sejumlah kota, termasuk di Jakarta.

Mereka yang turun ke jalan membawa sejumlah tuntutan, salah satunya adalah meminta Presiden Joko Widodo membatalkan revisi UU KPK yang telah disahkan oleh DPR.

Unjuk rasa besar-besaran itu turut diwarnai aksi kekerasan oleh aparat yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dari pihak mahasiswa.

Janji Perppu

Di tengah situasi yang semakin panas, Presiden Joko Widodo mengundang puluhan tokoh ke Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis (26/9/2019).

Dalam pertemuan itu, Jokowi mengaku mendapat masukan dari para tokoh untuk menerbitkan Perppu KPK guna menjawab tuntutan mahasiswa.

Baca juga: Hari Ini, MK Putus 7 Perkara Uji Materi UU KPK

Jokowi pun mengaku akan mempertimbangkan usulan penerbitan Perppu KPK.

"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kita, utamanya masukan itu berupa perppu. Tentu saja ini kami hitung, kalkulasi dan nanti setelah itu akan kita putuskan dan sampaikan kepada senior-senior yang hadir pada sore hari ini," kata Jokowi didampingi para tokoh yang hadir.

Beberapa tokoh itu di antaranya mantan pimpinan KPK Erry Riana Hadjapamekas, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, serta pakar hukum tata negara Feri Amsari dan Bivitri Susanti.

Hadir juga tokoh lain seperti Goenawan Mohamad, Butet Kartaradjasa, Franz Magnis Suseno, Christine Hakim, Quraish Shihab, dan Azyumardi Azra.

Mahfud mengatakan, Jokowi dapat segera menerbitkan Perppu KPK karena unjuk rasa di berbagai daerah telah memunculkan keadaan genting.

"Itu hak subyektif Presiden bisa juga, tidak bisa diukur dari apa genting itu, presiden menyatakan 'keadaan masyarakat dan negara seperti ini, saya harus ambil tindakan', itu bisa dan sudah biasa dan tidak ada dipersoalkan itu," kata Mahfud yang kini menjadi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Pernyataan Jokowi itu tentu menjadi angin segar karena sebelumnya mantan Wali Kota Solo tersebut sempat menyatakan tak ada rencana menerbitkan perppu.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly juga sempat menyebut Jokowi meminta penolak revisi UU KPK mengajukan uji materi ke MK.

Baca juga: Revisi UU KPK Dinilai Timbulkan Krisis Integritas dan Demoralisasi di KPK

"Kan sudah saya bilang, sudah Presiden bilang, gunakan mekanisme konstitusional. Lewat MK dong. Masa kita main paksa-paksa, sudahlah," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/9/2019).

Antiklimaks

Rencana Jokowi menerbitkan Perppu KPK itu berakhir antiklimaks setelah Jokowi memastikan dirinya tidak akan menerbitkan perppu untuk mencabut UU KPK hasil revisi.

Ia beralasan, menghormati proses uji materi terhadap UU yang dinilai sarat upaya pelemahan terhadap Komisi Antirasuah itu, yang kini sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi.

"Jangan ada uji materi ditimpa dengan keputusan lain. Saya kira, kita harus tahu sopan santun dalam ketatanegaraan," kata dia saat berbincang dengan awak media di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019).

Ketika itu, berbagai kalangan memang telah mengajukan uji materi UU KPK ke MK, salah satunya gugatan dari advokat bernama Gregorius Yonathan Deowikaputra.

Namun, alasan Jokowi tersebut dinilai mengada-ada karena penerbitan perppu tidak perlu menunggu proses uji materi di Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Degradasi Pemberantasan Korupsi, 51 Profesor Minta MK Kabulkan Uji Materi UU KPK

"Apakah tergantung dengan proses di MK? Tidak, kenapa? Karena jalurnya presiden sebagai cabang kekuasaan eksekutif dengan Mahkamah Konstitusi cabang kekuasaan yudikatif tidak bersentuhan dalam soal pembuatan perppu," kata pakar hukum tata negara Bivitri Susanti.

Pada 9 Desember 2019, tepat pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, Jokowi kembali menegaskan tidak akan mengeluarkan perppu.

Namun, Jokowi saat itu menyampaikan alasan berbeda, yakni ingin melihat lebih dahulu implementasi dari UU KPK hasil revisi.

"Sampai detik ini kita masih melihat, mempertimbangkan, tapi kan UU-nya belum berjalan," kata Jokowi usai menghadiri pentas drama antikorupsi di SMKN 57, Jakarta, Senin (9/12/2019).

Uji Materi

Permohonan uji materi ke MK akhirnya ditempuh untuk membatalkan UU KPK hasil revisi. Permohonan itu dilayangkan oleh sejumlah pegiat antikorupsi yang tergabung dalam Tim Advokasi UU KPK.

Ada 13 orang pemohon dalam uji materi yang diajukan Tim Advokasi UU KPK, yakni Agus Rahardjo, Laode Muhamad Syarif, Saut Situmorang, Erry Riyana Hardjapamekas, Mochammad Jasin.

Baca juga: 51 Guru Besar Minta MK Kabulkan Permohonan Uji Materi UU KPK

Lima nama di atas merupakan nama-nama yang pernah menjabat sebagai pimpinan KPK. Bahkan, Agus, Saut, dan Laode masih menjabat sebagai pimpinan KPK saat permohonan diajukan.

Kemudian, pemohon lainnya adalah Omi Komaria Madjid, dan Betti S Alisjahbana, Hariadi Kartodihardjo, Mayling Oey, Suarhatini Hadad, Abdul Fickar Hadjar, Abdillah Toha, dan Ismid Hadad.

Mereka didampingi oleh 39 kuasa hukum yang berasal dari Indonesia Corruption Watch, Lembaga Bantuna Hukum Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, serta sejumlah kantor hukum profesional.

Selain permohonan yang diajukan Tim Advokasi UU KPK, setidaknya ada enam perkara lain terkait permohonan uji materi UU KPK yang ditangani oleh MK

Diputus Hari Ini

Setelah berlangsung selama sekitar 1,5 tahun, MK akhirnya akan membacakan putusan permohonan uji materi UU KPK pada Selasa hari ini.

Sebanyak 51 guru besar dari berbagai perguruan tinggi yang tergabung dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi sebelumnya mendesak MK agar mengabulkan permohonan uji materi UU KPK.

Baca juga: Menanti Putusan MK untuk Hasil Uji Materi UU KPK...

Koalisi menyatakan, UU tersebut justru telah memperlemah pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK, alih-alih memperkuat.

"Kami menaruh harapan besar pada Mahkamah Konsititusi untuk mengembalikan kondisi pemberantasan korupsi seperti sedia kala," demikian bunyi surat pernyataan yang diterima Kompas.com, Jumat (30/4/2021).

"Harapan itu hanya akan terealisasi jika Bapak dan Ibu Yang Mulia Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi UU KPK hasil revisi," bunyi surat tersebut.

Para guru besar menilai, UU KPK hasil revisi telah terang benderang melumpuhkan lembaga antirasuah, baik dari sisi profesionalitas dan integritasnya.

Menurut koalisi, ada beragam masalah krusial dalam UU tersebut, mulai dari hilangnya independensi, pembentukan dan fungsi berlebih Dewan Pengawas, kewenangan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), hingga alih status kepegawaian KPK menjadi ASN.

"Sehingga, akibat perubahan politik hukum pemerintah dan DPR itu, terdapat persoalan serius yang berimplikasi langung pada penanganan perkara tindak pidana korupsi," tulis koalisi.

Di samping itu, KPK dinilai mengalami degradasi etika yang cukup serius berkaca dari adanya pelanggaran kode etik, pencurian barang bukti, serta kasus suap untuk menghentikan perkara korupsi yang ditangani KPK.

Baca juga: Ini Penjelasan MK Soal Tak Kunjung Memutus Gugatan Uji Materi UU KPK

Koalisi guru besar juga menyoroti proses pengesahan revisi UU KPK yang dikerjakan secara kilat serta mengabaikan partisipasi masyarakat karena prosesnya tertutup dan tidak akuntabel.

"Jika praktik ini dianggap benar bukan hanya isu tertib hukum saja yang dilanggar, namun jauh lebih esensial, yakni mempertaruhkan masa depan kehidupan demokrasi di Indonesia," tulis koalisi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com